- Asfinawati menilai dalih Kejaksaan Agung soal bukti lemah tidak masuk akal.
- Ia menuding motif politik menjadi penghambat utama penuntasan kasus HAM.
- Komnas HAM juga didorong untuk lebih gencar mengedukasi publik mengenai perannya.
Ia mencontohkan kejanggalan dalam penanganan kasus berdarah di Paniai, Papua.
Dalam tragedi yang terbukti meluas dan sistematis, pengadilan hanya menghadirkan satu orang terdakwa.
Fakta ini dinilai sangat tidak masuk nalar dan mencederai rasa keadilan korban.
Padahal, hasil penyelidikan Komnas HAM saat itu mengindikasikan setidaknya ada lima orang yang terindikasi kuat sebagai pelaku pidana.
“Satu orang bisa membuat sistematis. Ini yang ngaco siapa? Komnas HAM? Komnas HAM waktu itu menentukan ada pelaku di dalam kasus itu,” ungkapnya.
Di lain sisi, Asfinawati juga memberikan catatan kritis bagi Komnas HAM.
Menurutnya, lembaga ini perlu lebih gencar melakukan edukasi dan kampanye kepada publik mengenai peran dan kewenangannya sesuai undang-undang.
Hal ini penting agar masyarakat memahami alur penegakan hukum kasus HAM berat dan tidak turut terjebak dalam persepsi keliru yang dibangun selama ini.
“Jadi Komnas HAM kurang kampanye juga. Tapi artinya saya mau mengatakan ini gak masuk akal sama sekali logikanya,” tandasnya.
Baca Juga: Jadi Lingkaran Setan Kekerasan, Kenapa Pelanggaran HAM di Indonesia Selalu Terulang?