Deteksi Dini Bahaya Tersembunyi, Cek Kesehatan Gratis Tekan Ledakan Kasus Gagal Ginjal

Rabu, 19 November 2025 | 20:44 WIB
Deteksi Dini Bahaya Tersembunyi, Cek Kesehatan Gratis Tekan Ledakan Kasus Gagal Ginjal
Warga menjalani pemeriksaan kesehatan gratis di Puskesmas Mampang Prapatan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan serius global dan di Indonesia, yang seringkali tidak bergejala awal sehingga menuntut deteksi dini.
  • Kementerian Kesehatan menyediakan program Cek Kesehatan Gratis untuk memfasilitasi deteksi dini PGK dan penyakit lain.
  • Deteksi dini sangat krusial karena faktor risiko umum seperti hipertensi dan diabetes harus segera ditangani untuk mencegah perkembangan PGK ke stadium lanjut.

Suara.com - Kasus Penyakit Ginjal Kronis terus meningkat, ia muncul tanpa gejala di awal. Cek Kesehatan Gratis dari Kementerian Kesehatan memberi harapan baru untuk deteksi dini sebelum ginjal kehilangan fungsinya.

Tangan Sunarwati menyentuh kedua kakinya perlahan, matanya terpejam sebentar mencoba mengingat kembali rasa nyeri yang dirasakannya beberapa waktu lalu. Setiap kali telapak kakinya menyentuh lantai, rasa sakit menjalar seperti ditusuk duri.

Lansia berusia 66 tahun itu hampir tak pernah absen mengikuti salat berjamaah di masjid lima kali sehari. Kini, rutinitas itu tak bisa lagi dilakukannya. Jangankan berjalan ke masjid yang berjarak seratusan meter dari rumah, melangkah dari kamar tidur ke dapur saja tubuhnya gemetar menahan rasa sakit di kedua kakinya.

"Rasanya sakit sekali. Buat jalan saja harus rambatan pegang tembok. Salat cuma bisa sambil duduk," kata Sunarwati saat berbincang dengan Suara.com, Minggu (16/11/2025).

Ia tahu ada yang tidak beres dengan kakinya. Tapi bagi Sunarwati, pergi ke dokter bukanlah pilihan mudah. Ia memilih mengonsumsi berbagai ramuan tradisional yang direkomendasikan tetangga untuk menyembuhkan rasa sakit. Mulai dari rebusan berbagai jenis daun sampai jamu serbuk racikan yang dibelinya dari tukang jamu keliling.

Sampai suatu hari tubuhnya mengirimkan peringatan keras. Kakinya membengkak, rasa gatal menyerang sekujur tubuh tanpa ampun. Hari-hari dilewatinya dengan menggaruk kulit hingga lecet dan meninggalkan bekas. Gatal itu membuatnya sulit tidur, sulit berkomunikasi dan memunculkan gejala panik karena sensasi terbakar yang tiada habisnya.

Pada titik itulah Sunarwati menyerah dan mengikuti bujukan anaknya untuk menjalani Cek Kesehatan Gratis di puskesmas. Kebetulan belum sebulan ini Sunarwati berulang tahun, Cek Kesehatan Gratis menjadi hadiah istimewa untuk memeriksakan kesehatannya secara menyeluruh tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter menjelaskan ada yang tidak beres dengan fungsi ginjal Sunarwati. Dokter memberikan rujukan untuk memeriksakan fungsi ginjalnya secara lengkap.

Dari situlah akhirnya diketahui Sunarwati mengidap Penyakit Ginjal Kronis (PGK) stadium 3b. Nilai estimasi Laju Filtrasi Glomerulus (eGFR) Sunarwati berada di angka 33, artinya fungsi ginjalnya hanya tersisa sekitar 40 persen untuk menyaring limbah dalam tubuhnya. Penjelasan itu membuat Sunarwati terdiam lama. Selama ini ia mengira hanya berhadapan dengan asam urat, padahal tubuhnya sedang memberi sinyal jauh lebih serius.

Kasus penyakit ginjal kronis memang sedang menjadi ancaman global. Merujuk riset terbaru dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) berbasis data Global Burden of Disease (GBD) 2023, tercatat ada sebanyak 788 juta orang dewasa hidup dengan penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) pada 2023. Penyakit ini menempati urutan kesembilan sebagai penyebab kematian tertinggi di dunia, merenggut 1,5 juta jiwa dalam setahun.

Prevalensi Penyakit Tidak Menular (Suara.com-Riskesdas Kemenkes)
Prevalensi Penyakit Tidak Menular (Suara.com-Riskesdas Kemenkes)

Indonesia tak luput dari tren global tersebut. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lonjakan signifikan dalam prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) dalam lima tahun terakhir. Angka stroke meningkat dari 7 persen pada 2013 menjadi 10,9 persen pada 2018. Hipertensi melonjak dari 25 persen menjadi 34 persen.

Sementara itu, prevalensi penyakit ginjal kronis mencapai 739.208 jiwa, naik dari 2 permil menjadi 3,8 permil. Kasus terbanyak terjadi pada kelompok usia lanjut, terutama 65–74 tahun dengan angka 8,23 permil, serta 75 tahun ke atas dengan 7,48 permil. Penyakit ini juga mulai menyasar kelompok usia produktif 35–44 tahun sebanyak mencapai 5,64 permil. Data WHO mencatat, PTM menyumbang 73 persen penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada 2018.

Temuan ini juga sejalan dengan data BPJS Kesehatan yang menunjukkan adanya kenaikan kasus penyakit ginjal kronis yang dijamin BPJS Kesehatan selama lima tahun terakhir.

Pada tahun 2020, tercatat sebanyak 5.638.243 kasus penyakit ginjal kronis dengan biaya pelayanan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan sepanjang tahun sebanyak Rp5.722.532.825.373. Angka ini meningkat drastis di tahun 2024 menjadi 8.367.674 kasus dengan biaya pelayanan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan sebesar Rp9.627.543.074.617.

Data pasien PGK dan menjalani hemodialisis yang dijamin BPJS Kesehatan (Suara.com-BPJS Kesehatan)
Data pasien PGK dan menjalani hemodialisa yang dijamin BPJS Kesehatan (Suara.com-BPJS Kesehatan)

Sunarwati merasa beruntung bisa mengetahui penyakit tersebut lebih awal. Berkat program Cek Kesehatan Gratis dari Kementerian Kesehatan, ia bisa menjalani pemeriksaan dini sehingga mendapatkan pengobatan lebih awal sebelum ia kehilangan fungsi ginjal sepenuhnya.

"Alhamdulillah, Cek Kesehatan Gratis beneran nggak bayar dan prosesnya cepat juga. Kalau telat periksa, tahu-tahu bisa stadium akhir," ujarnya.

Pentingnya Deteksi Dini

Cek Kesehatan Gratis adalah salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto di bidang kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini menjadi kado ulang tahun dari pemerintah untuk membantu masyarakat mengetahui kondisi kesehatannya secara menyeluruh.

Pemeriksaan dilakukan setahun sekali dengan menyesuaikan kondisi tubuh dan usia. Untuk bayi baru lahir, pemeriksaan yang dilakukan meliputi deteksi dini hormon tiroid defisiensi enzim G6PD, penyakit jantung bawaan dan skrining pertumbuhan anak. Sementara untuk balita dan anak prasekolah akan dilakukan skrining tuberkulosis, pemeriksaan pendengaran, penglihatan dan kondisi gigi. Selain itu juga ada pemeriksaan thalasemia dan diabetes melitus jika diperlukan.

Untuk kelompok usia remaja dan dewasa akan diperiksa kadar kolesterol, tekanan darah, gula darah, pemantauan risiko kardiovaskular, fungsi paru dan deteksi dini kanker payudara, kanker paru, kanker usus dan kanker leher rahim. Sementara, untuk kelompok lansia diperiksa geriatri, kardiovaskular, fungsi paru, risiko kanker, fungsi indra mata dan telinga, kesehatan jiwa dan fungsi hati.

Masyarakat bisa mendapatkan pemeriksaan kesehatan gratis dengan mendaftarkan diri melalui aplikasi SATUSEHAT Mobile. Jika tidak memiliki aplikasi, masyarakat bisa mendaftarkan diri melalui Chatbot Kemenkes di nomor 081110500567 ataupun datang langsung ke Puskesmas sesuai kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau domisili. Program ini dapat diakses di 10.200 puskesmas di seluruh Indonesia.

Menteri Kesehatan Menteri Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, Cek Kesehatan Gratis bukan hanya sekadar pemeriksaan massal saja, melainkan upaya strategis untuk deteksi dini berbagai penyakit. Semakin dini penanganan dan pengobatan penyakit, maka peluang sembuhnya akan semakin tinggi.

"Program Cek Kesehatan Gratis bukan hanya soal jumlah peserta. Kita ingin masyarakat bukan hanya sembuh dari penyakit, tapi mampu menjaga kesehatannya secara berkelanjutan," kata Budi.

Warga menjalani pemeriksaan kesehatan gratis di Puskesmas Mampang Prapatan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Warga menjalani pemeriksaan kesehatan gratis di Puskesmas Mampang Prapatan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sejak 10 Februari hingga 4 November 2025 tercatat sebanyak 53,6 juta orang mendaftar Cek Kesehatan Gratis, 50,5 juta diantaranya telah menjalani pemeriksaan kesehatan. Dari jumlah tersebut, diketahui partisipan kelompok dewasa masuk ke dalam kategori kurang aktivitas fisik sebanyak 96 persen, karies gigi 41,9 persen, obesitas sentral 32,9 persen, overweight dan obesitas 24,4 persen.

Pada kelompok bayi baru lahir, tercatat risiko kelainan saluran empedu sebanyak 18,6 persen, berat badan lahir rendah 6,1 persen dan penyakit jantung bawaan kritis 5,5 persen. Sementara, di kelompok balita dan anak prasekolah menunjukkan masalah gigi tidak sehat sebanyak 31,5 persen, stunting 5,3 persen, dan wasting 3,8 persen.

Di kalangan remaja dan pelajar, tercatat jumlah partisipan yang kurang aktivitas fisik sebanyak 60,1 persen, karies gigi 50,3 persen dan anemia 27,2 persen. Pada kelompok lansia, 96,7 persen partisipan kurang aktivitas fisik dan 37,7 persen mengalami hipertensi.

Data tersebut menunjukkan pola hidup tidak aktif telah terbentuk sejak usia muda. Jika pola hidup ini dibiarkan hingga usia dewasa sampai lansia, maka akan menimbulkan risiko penyakit serius, salah satunya penyakit ginjal kronis atau dikenal sebagai gagal ginjal.

Waspadai Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronis

Internist konsultan ginjal hipertensi RSUD dr Soetomo, dr. Decsa Medika Hertanto, SpPD, KGH, FINASIM mengatakan, banyak faktor risiko pemicu penyakit ginjal kronis, mulai dari demografi masyarakat, perubahan kebiasaan makan dari makanan real food beralih ke ultra processed food, dan kurangnya aktivitas fisik. Perubahan pola tidur hingga perkembangan sosial media juga dapat menimbulkan stres dan kecemasan yang turut menjadi faktor risiko penyakit ginjal kronis.

Tak hanya itu, anak yang terlahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) juga memiliki risiko tinggi menyidap penyakit komorbid seperti diabetes, hipertensi dan penyakit ginjal kronis. Belum lagi jika anak tersebut tumbuh di lingkungan yang tidak sehat, seperti terpapar asap rokok.

Di Indonesia sendiri penyebab penyakit ginjal kronis yang paling banyak ditemui berawal dari diabetes dan hipertensi atau tekanan darah tinggi.

"Kebanyakan 80-90 persen pasien itu telat untuk menyadari bahwa dia sedang menderita gagal ginjal," kata dr. Decsa.

Dokter yang berpraktik di RS Darmo Surabaya ini menyarankan agar masyarakat berusia mulai dari 25 tahun rutin melakukan skrining kesehatan minimal satu kali dalam setahun untuk mengetahui kesehatan ginjalnya.

Ia mengapresiasi program Cek Kesehatan Gratis sebagai salah satu upaya deteksi dini yang mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Berangkat dari deteksi dini ini, diharapkan laju prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia bisa ditekan lebih awal.

"Gagal ginjal stadium awal enggak ada gejalanya. Makanya penting mengenali faktor risiko lalu segera cek kesehatan," kata dr. Decsa.

Hal inilah yang dirasakan Sunarwati. Ia tak pernah merasakan gejala apapun, kecuali nyeri di kaki yang diyakininya tidak berhubungan dengan ginjal. Namun, ternyata hipertensi, diabetes dan asam urat yang tinggi melemahkan ginjalnya secara perlahan.

Berkat Cek Kesehatan Gratis dari Kementerian Kesehatan, ia mendapatkan penanganan dan pengobatan dini. Kini, kadar asam urat, gula darah dan tekanan darahnya terkontrol. Bengkak di kedua kakinya dan rasa gatal di sekujur tubuh hilang secara perlahan. Penyakit ginjal kronis yang terdeteksi lebih awal juga membuatnya tidak perlu menjalani cuci darah atau hemodialisa rutin.

Senyum di wajahnya pun kembali mengembang. Ia bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala, berjalan ke masjid tanpa menahan rasa sakit di kedua kakinya. Dokter berpesan agar Sunarwati mengubah total pola hidupnya, mulai dari makan makanan bergizi, mengurangi asupan garam dan gula, memperbanyak aktivitas fisik, dan minum obat secara teratur.

“Karena cek kesehatan itu jadi ketahuan sakitnya apa. Alhamdulillah bisa normal lagi, tinggal jaga pola hidup biar nggak kumat,” kata Sunarwati.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI