Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya

Bangun Santoso Suara.Com
Jum'at, 21 November 2025 | 23:36 WIB
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Menhan dan Panglima TNI menertibkan tambang ilegal di Bangka Tengah pada 19 November 2025, dikritik Imparsial.
  • Imparsial menilai aksi tersebut praktik liar melanggar aturan karena penertiban domain penegak hukum sipil.
  • Keterlibatan bersenjata TNI dianggap preseden buruk, menyimpang kewenangan, dan normalisasi pendekatan militeristik sipil.

Suara.com - Langkah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang turun langsung menertibkan tambang timah ilegal di Bangka Tengah menuai kritik.

Lembaga pemerhati HAM, Imparsial, menilai aksi tersebut sebagai praktik liar penegakan hukum yang keliru secara politik dan melanggar aturan.

Keterlibatan langsung dua pucuk pimpinan sektor pertahanan pada 19 November 2025 itu, lengkap dengan pengerahan personel TNI bersenjata, dianggap sebagai preseden buruk yang mencampuradukkan urusan pertahanan dengan ranah penegakan hukum.

Imparsial menegaskan, penertiban tambang ilegal adalah murni domain aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan, bukan tugas Kementerian Pertahanan (Kemenhan) maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Secara normatif, tugas Kementerian Pertahanan (Kemenhan) terbatas pada urusan pemerintahan di bidang pertahanan," demikian pernyataan Imparsial dalam keterangan persnya yang diterima Jumat (21/11/2025) malam.

Menurut lembaga tersebut, Kemenhan bertanggung jawab pada formulasi kebijakan dan pembinaan kekuatan pertahanan, bukan terjun dalam operasi penegakan hukum.

Keterlibatan TNI dalam operasi ini juga dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap mandat institusi yang diamanatkan konstitusi sebagai alat pertahanan negara dari ancaman perang.

Imparsial memandang, langkah Menhan dan Panglima TNI ini merupakan bentuk penyimpangan kewenangan serta upaya menormalisasi kembalinya pendekatan militeristik dalam urusan sipil.

Praktik tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum dan mengkhianati amanat reformasi 1998 yang menghendaki TNI kembali ke barak.

Baca Juga: 262 Hektare Hutan Rusak, Panglima TNI hingga Menhan 'Geruduk' Sarang Tambang Ilegal di Babel

"Penyimpangan ini semakin diperparah oleh fakta bahwa prajurit TNI tidak hanya hadir di lokasi operasi, tetapi juga melakukan tindakan penegakan hukum seperti penangkapan dan penyitaan," lanjut Imparsial.

Lebih lanjut, kehadiran personel TNI bersenjata lengkap di lokasi juga disorot sebagai bentuk penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use of force).

Menurut Imparsial, pengerahan kekuatan militer tidak proporsional dengan ancaman yang dihadapi, mengingat para penambang ilegal bukanlah kombatan atau kelompok bersenjata.

Hal ini, kata Imparsial, menciptakan militerisasi penegakan hukum yang berbahaya bagi keselamatan warga sipil dan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.

Imparsial juga menilai bahwa keterlibatan langsung pejabat tertinggi sektor pertahanan dalam operasi lapangan mengirimkan sinyal berbahaya bahwa penggunaan kekuatan militer dalam urusan sipil semakin dinormalisasi.

Praktik itu dinilai membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan berisiko menyeret Indonesia kembali pada pendekatan militeristik yang seharusnya telah ditinggalkan.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI