- Kuasa Hukum dua karyawan PT WKM, Rolas Budiman Sitinjak mengatakan kliennya menjadi korban kriminalisasi oleh PT Position di Halmahera Timur.
- Rolas membeberkan berbagai kejanggalan perkara ini, mulai dari keterlibatan Mabes Polri yang menggeser peran Polda Maluku Utara hingga bukti serta saksi yang tidak lengkap.
- Rolas juga mempertanyakan nikel yang diambil dari area IUP PT WKM saat PT Position melakukan pengerukan yang diduga sebagai penambangan ilegal dengan dalih membuka jalan.
Suara.com - Dugaan tambang ilegal PT Position di Halmahera Timur, Maluku Utara mencuri perhatian publik, setelah sejumlah masyarakat adat disebut menjadi korban kriminalisasi karena melindungi tanah serta hutan warisan nenek moyang mereka.
Tidak hanya itu, dua orang karyawan kecil PT Wahana Kencana Mineral (WKM) juga dilaporkan ke polisi oleh PT Position dan sedang menjalani sidang di pengadilan karena dituding memasang patok ilegal. Padahal dua karyawan itu memasang patok di wilayah operasi PT WKM.
Kuasa Hukum dua karyawan PT WKM, Rolas Budiman Sitinjak, dalam wawancara dengan Suara.com belum lama ini membeberkan sejumlah kejanggalan dalam perkara ini. Tidak hanya soal dua karyawan yang kini menjalani proses hukum, tapi soal anggota kepolisian yang "disanksi" karena mengusut PT Position, anak usaha salah satu raksasa tambang PT Harum Energy.
Berikut wawancara khusus Ria Rizky Nirmala Sari dari Suara.com dengan Rolas:
Halo temen-temen Suara.com jumpa lagi bersama saya Ria Rizki dalam program Deep Talk Podcast. Pada episode kali ini, kita akan membahas soal sengketa tambang nikel di Halmahera yang melibatkan PT. Wacana Kencana Mineral atau WKM dengan PT. Position. Untuk membahasnya, di samping saya sudah hadir salah satu anggota dari tim kuasa hukum PT WKM, ada Bang Rolas Budiman Sitinjak ya Bang.
Iya, benar.
Selamat datang Bang.
Iya, terima kasih Mbak.
Nah ini kita bagi buat teman-teman Suara.com yang mungkin belum tau nih kasusnya Bang. Kalau misalkan kita runut dari awal bahwa ada sebenarnya PT WKM itu kan memiliki lahan pertambangan nikel di mana tepatnya Bang?
Baca Juga: WKM Lapor Tambang Ilegal PT Position: Polisi Dicopot, Pegawai Jadi Tersangka?
Halmahera Timur. Oke. Jadi perlu diketahui di Halmahera itu hutan. Hutan produksi. Jadi semuanya hutan. Nah tapi di bawah hutan itu ada beberapa izin tambang. Atau yang sering kita katakan IUP.
Nah cerita awalnya ini adalah ketika klien kami diundang oleh DPRD (di Februari 2025 Red) menyatakan bahwa Sungai Sangaji terjadi pencemaran. Sungai Sangaji ini di daerah itu ada sungai besar. Jadi sumber pencemarannya dari anak sungai masuk ke Sungai Sangaji.
Cek punya cek ternyata salah satu sumber pencemaran itu dari IUP klien kami. Tapi yang menjadi pertanyaan, klien kami itu IUPnya kira-kira 40.000 hektar. Kita kerja di selatan, ini adanya di utara sumber pencemarannya.
Kita belum kerja dan kita belum ketahui ada apa di sini. Pas kita cek pake drone ternyata ada bukaan lahan. Kalau bahasa bukaan mungkin bahasa tambang ya. Tapi kalau di bahasa awalnya ada illegal mining di situ.
Selidik punya selidik siapa yang melakukannya? Ternyata pelakunya itu adalah PT. Position, anak usaha Harum Energy. Waktu mereka ngecek ke sana ternyata, ada bukaan. Dilihat dari bajunya (seragam, ketahuan dari PT Position.
Akhirnya orang-orang kepala tambang kita, main ke Position. Diskusilah mereka. Malam itu disepakatin ada tiga keputusan. Yang pertama ternyata kami baru mengetahui PT. Position melakukan itu karena ada kerjasama dengan PT. WKS (Wana Kencana Sejati). Hutan ini semua milik WKS.
Tapi di bawah hutan ini kan ada tambang. Nah inilah milik perusahaan kami, ada WEDA, ada macam-macam. Ada perjanjian antara PT. Position sama PT. WKS. Karena inilah legal standing PT. Position melakukan membuka jalan tersebut.
Yang kedua, disepakati besok kita melakukan inspeksi nih. Pas besok mau inspeksi atau survei mendadak, ternyata pihak Position enggak datang.
Akhirnya tim kita ke sana, diukur semuanya. Dapatlah kira-kira 1,1 something atau 1,2 kilometer panjang bukaan. Lebarnya itu kira-kira ada variatif. Ada yang 80 meter, ada yang 120 meter, macam-macam.
Terus kedalamannya ada kira-kira ada yang 30 meter, ada yang 40 meter, ada yang 10 meter, ada yang 15 meter. Sesuai dengan kontur tanah. Perlu diingat, di semua yang dilewatin jalan ini ada ore. Ore itu apa? Ini adalah nikel terbaik. Kira-kira begitu.
Nikelnya kan?
Iya, material nikel terbaik. Nah setelah itu, gara-gara tidak ada kepastian dari Position. Klien kami rapat di kantor. Negara sudah kasih IUP sama mereka. Nanti kalau orang ESDM lihat, atau orang Kehutanan lihat, loh di IUP-nya kamu hutannya kok jadi gundul? Kok jadi ada penggalian? Kok jadi ada pertambangan di situ? Kok kamu enggak lapor?
Takut disalahkan klien kami. Apalagi klien kami PMA (Penanaman Modal Asing, Red). Melaporlah klien kami ini ke Polda. Oke? Polda Maluku Utara. Lapor, berproses, Polda turun, dia lihat, oh iya ini penambangan, bukan buka jalan. Oke? Dia buat police line.
Setelah dibuat police line, tiba-tiba, polisi yang memasang police line ini dicopot. Dirkrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Red) dicopot. Semua penyidiknya dikenakan sanksi. Ini akibat laporan PT. Position ke Mabes Polri.
Jadi kami melaporkan ke polisi setempat. Yang ngapain lapor ke Mabes Polri, jauh. Akhirnya, yang menangani perkara ini semua. pejabatnya, direkturnya, kasupdit-nya, kanid-kena sanksi administrasi. Akibat laporan PT. Position.
Kadang melakukan penyidikan terhadap laporan dari kliennya Abang, gitu ya?
Yes, iya. Waktu bertanya ke Propam, Propam bilang itu urusan Polda. Di Polda katanya urusan Mabes Polri. Enggak ada kejelasan. Itu satu.
Yang kedua, setelah itu kami dapat pemberitahuan bahwa perkara kami ini sudah di SP3. Dihentikan. Oke. Setelah dihentikan, tiga hari kemudian, PT. Position melaporkan klien kami. Alasannya apa? Alasannya adalah klien kami didakwa 162. Undang-Undang Minerba 162 itu menghalang-halangi kegiatan tambang.
Nah, dan dijunto-kan Pasal 50 sama 78 Undang-Undang Kehutanan. Pasal 70 ini adalah perambahan hutan. Yang merambah, yang mendudukin hutan, segala macam. Nah singkat cerita, ketika laporan kami laporkan mereka di SP3, ketika mereka melaporkan kami, klien kami ditangkap dua orang. Dipenjarakan dua orang.
Sebelum jauh ke ada tersangka di situ, PT. Position ini kan disebut-sebut membuka lahan. Hanya membuka lahan. Tapi ternyata ketahuan mengambil atau menambang biji nikel yang katanya terbaik itu kan? Itu dari kapan sampai kapan Bang, bisa dijelaskan?
Jadi begini ya, ini sangat teknis sekali. Jadi ceritanya begini. Kita harus tahu, legal standing dia melakukan bukaan ini adalah kerjas ama dia dengan PT WKS. PT WKS ini yang punya HPH atau hak pengelola hutan. Sekarang namanya PBPH. Jadi singkat cerita, kejadian ini ada di blok E. Jadi pertemuan antara klien kami dengan PT Position, di atasnya ada hutan, ini namanya blok E.
Kenapa Position kerjasama sama WKS? Supaya dia bisa pakai hutannya kira-kira begitu. Tapi perlu diingat, mereka ini masuk ke tempat kami itu sekitar bulan Juli, Agustus 2024.
Tetapi, berdasarkan dokumen, bukti yang kami punya, harusnya WKS belum bisa kerja di sini (Blok E). WKS masih kerja di blok yang lain. Karena kalau dalam ilmu kehutanan itu, kalau saya punya 10.000 hektare HPH, saya kalau mau ambil hasil hutannya, harus izin dulu. Saya buat perencanaan segala macam.
Tetapi di 2024, bukan ini yang dikerjakan, malah bikin perjanjian sama Position, akhirnya dia masuk ke wilayah IUP kami. Ini melanggar. Tidak ada dasar hukumnya. Ini cacat hukum. Kok dia sudah keluar? Itu bukan zonanya dia. Dan dia tidak punya dasar untuk melakukan kerjasama kepada siapa pun. Itu satu.
Yang kedua, yang diperjanjikan itu, adalah mengenai upgrading jalan. Yang sudah existing. Jadi yang bisa dikerjakan itu, jalan hutan. Kerja sama mereka buat jalan hutan sama jalan tambang mau disatukan. Ini saya sederhanakan bahasanya. Tapi syaratnya, ini jalan yang existing. Faktanya, ke tempat kami itu masih virgin forest. Tidak ada jalan. Mereka buka hutan. Buka jalan.
Nah, celakanya lagi mereka itu buka jalan lebarnya itu melanggar. Menurut peraturan kehutanan, lebar jalan koridor itu 40 meter. Tebangan terluar atau paling luas dibuka 40 meter. Faktanya 100 meter, 120 meter, 80 meter. Bahkan sampai menggali ke dalam 40 meter, 30 meter. Artinya apa? Ini illegal mining.
Kalau orang buka jalan, apalagi di hutan, ngapain sampai nguruk? Buka jalan di hutan ya tinggal dikikis-kikis aja. Kenapa digali? Karena ini ada nikelnya. Berkualitas udah high grade. Kualitasnya bagus.
Celakannya lagi, yang ditangkap ini ini namanya Awwab. Dia Kepala Teknis Tambang (KTT). Dia ini disertifikasi. KTT ini ada campur tangan negara. Disertifikasi oleh negara. Ada satu lagi, Marsel. Dia orang surveyor kami. Klien kami.
Marsel ke sana hanya nunjukin titik. Jadi, kalau di tambang itu, kalau di hutan itu, kan enggak ada ketahuan batasnya. Kalau kita tetanggaan kan ada pagar. Tapi kalau di hutan kan enggak ada. Jadi, klien kami, Pak Direktur Utama, Pak Eko (Letjen Purn Eko Wiratmoko) memerintahkan Awap, "Eh Awwab, itu illegal mining itu. Kamu patok sekarang. Supaya enggak terjadi lagi illegal mining".
Karena ketakutan kita tanyain negara. "Loh, IUP saya kasih kamu. Kok ada illegal mining? Kamu kok enggak jagain?" kira-kira begitu ya.
Tapi Awwab lagi cuti lalu dia memerintahkan Marsel. Marsel datang ke sana. Dia nunjukin titik. Dia datang kesitu, dia tarik GPS. Cek, tarik titik, buka peta, oh iya ini masih lokasi kita. Diportallah di situ. Habis diportal di situ, Position enggak bisa lagi lewat. Gara-gara portal ini, para Mabes Polri datang dari Jakarta jauh-jauh ke tengah hutan.
Dari Mabes ya, Bang?
Dari Mabes, dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter). Dari Jakarta, Ibu Kota Republik Indonesia datang jauh-jauh turun ke hutan sana. Naik pesawat 3 jam lebih, belum lagi ke hutannya. Ditangkaplah si Awab sama si Marsel.
Tapi perlu diingat Mbak. Pasal 162 itu mengatakan, yang merintangi, yang memasang patok. Yang memasang patok bukan mereka berdua. Tukang-tukang kampung dipanggil, dipasanglah kayu-kayu segala macem. Kira-kira begitu.
Kocaknya lagi, ini yang saya katakan kriminalisasi selama 25 tahun saya jadi pengacara: setelah baca perkara ini saya hampir menangis. Mereka ini dipenjara bukan gara-gara pasal tambang. Pelapornya ini PT. Position, urusannya tambang. Dia melaporkan klien kami dengan undang-undang kehutanan.
Dijeratlah Awwab sama Marsel ini dengan pasal 50 Junto 78. Intinya pasal 50 Junto 78 ini merambah hutan. Ancamannya 10 tahun.
Jadi konstruksinya begini Mbak. Di mana-mana kalau orang melakukan tuntutan harus pasal utama itu yang lebih tinggi sama pasal sekundernya itu yang lebih rendah.
Jadi kalau dalam dakwaan itu 162 itu ancamannya 1 tahun kurungan. Enggak harus di penjara. Satu tahun kurungan dan denda 100 juta. Inilah dibuat pasal pertamanya. Tapi untuk memenjarakan 2 orang ini dipaksalah pasal 50 sama pasal 78 ini. Ancamannya 10 tahun. Katanya mereka berdua ini merambah hutan. Yang dirambah apa? Jalan sudah kebuka begitu. Apa yang dirambah? Mereka mau bikin apa?
Lalu yang jadi barang bukti di persidangan justru enggak kuat. Barang buktinya lucu lagi. Disitalah kayu. Kayu ini sudah bentuk kaso mbak. Oke. Sudah bentuk kaso nih. Ini pikiran konyol-konyolannya jadi bentuk kaso. Katakanlah Awap dan Marsel mengambil kayu yang ada di hutan ini, kapan mereka bikin kaso-kaso begitu di tengah hutan? Enggak ada masuk akal.
Dan yang kedua barang bukti ini disita bukan dari klien kami lagi. Dari pelapor. Ini melanggar semua-semuanya. Jadi harusnya bukan teman-teman dari Polda Maluku Utara yang harus diperiksa Propam. Harusnya teman-teman itu juga diperiksa semua. Ini apa sih perkara ini? Patok. Sudah begitu, Mabes Polri yang turun. Mau tanya, apa ini? Sudah kayak ada kejadian luar biasa yang mengganggu, mengguncang perekonomian nasional.
Jadi barang buktinya itu dibawa sama pelapor? Bukan ditemukan sama polisi di TKP begitu?
Polisi datang sudah terbuka portalnya. Karena klien kami ditelepon oleh Kapoda Maluku Utara. Bahasanya kira-kira begini, 'Pak udahlah, bukalah patoknya. Nanti bapak sama Position kita pertemukan, kita mau damai. Bapak berdua kita damaikan.' Klien kami spontan bilang, 'Kami mau damai, yuk mau damai.' Dan kami enggak mau menuntut apa-apa.
Yang kami katakan cuma bilang, ore yang sudah kamu ambil, pertanggungjawabkan ke negara. Hutan yang sudah kamu gundulin pertanggungjawabkan ke negara. Karena sepanjang di atas lahan kami, kami harus mempertanggungjawabkan itu. Gara-gara kamu pelakunya. Enggak usah bayar apa-apa sama saya.
Di dunia tambang, walaupun bukan penambang kayak WKS yang punya izin hutan, iuran dia untuk buka jalan itu besar.
Berapa Bang?
Besar banget. Tanya sama WKS. Nah cuma memang ketika itu sudah dibuka (portalnya), dibikin laporannya. Kayu-kayu yang berserakan di pinggir jalan itu itu yang diambilin. Jadi polisi datang sudah lempang, sudah enggak ada masalah. Sudah lewat mereka ada bolak-balik.
Jadi terlalu banyak persoalan yang penting, kok persoalan yang enggak penting kok jadi penting.
Jadi ini sidangnya sebenarnya berjalan yang berjalan itu soal dugaan kriminalisasi terhadap Awwab dan Marcel.
Selain itu ada sebelas warga adat di sana juga yang hari ini divonis Bang? Mungkin bisa dijelaskan Bang secara singkat awalnya kenapa sebelas warga adat ini sampai akhirnya ditersangkakan dan akhirnya divonis bersalah?
Jadi itu lucu-lucu juga. Saya mengikuti dari media dan dari teman-teman kuasa hukumnya kawan-kawan yang di sana. Jadi ceritanya itu kan sederhana. Ini masyarakat lokal mereka demo, termasuk WKM juga didemo. Position didemo.
Nah waktu orang kampung demo ada yang bawa senjata, ada yang bawa parang ada yang bawa ini. Namanya di kampung, di hutan ya wajar toh. Bawa senjata, bawa tombak, bawa apa. Kan di hutan ceritanya.
Mereka ditangkap sama polisi sekarang mereka dihukum 5 bulan. Ya, saya jadi ingat kampung halaman saya. Papa saya kalau keluar rumah, dia mau ke sawah, ada dua hal yang dia bawa dia bawa pisau kecil dan dia bawa parang satu.
Jangan-jangan kalau orang Maluku Utara lihat, nanti jangan-jangan orang tua saya ditangkap lagi nanti bawa senjata tajam padahal itu sudah budaya masyarakat kecuali di Jakarta Mbak. Saya bawa parang, wajar kalau di kampung kan itu merupakan sebuah kewajiban.
Orang kampung demo di tengah hutan, sambil melaksanakan ritual adatnya mereka ya kan, tapi ditangkap, dipenjara, sekarang putus 5 bulan penjara.
Jadi mereka itu menggelar aksi unjuk rasa karena lahannya itu diambil.
Kemudian ada dua orang pegawai WKM ini, prosesnya sidangnya sudah sampai mana nih?
Sidangnya minggu depan itu pemeriksaan masih agendanya jaksa pemeriksaan ahli, masih agendanya jaksa
Ini berarti sidang yang ke 10 ya Pak?
Sidang yang ke 9, minggu depan ke 10.
Yang kemarin ini sempat ada beberapa ahli dihadirkan dalam sidang ini lucu. Soalnya kalau saya baca artikelnya ketika ditanya oleh hakim banyak jawabnya enggak tahu, tapi ketika ditanya oleh JPU lancar banget jawabnya. Bisa diceritakan, Bang?
Perlu juga kita edukasi masyarakat, jadi kebiasaan sebuah berkas perkara itu, dipanggil tersangkanya, diperiksa, saksi-saksinya diperiksa, bukti-bukti dikumpulkan untuk memperkuat ini biasanya dipanggil ahli.
Oke
Nah dalam hal perkara ini yang dipanggil ahli itu ada dua, yang kami baru periksa satu. Tetapi ada dua ahli, tetapi kemarin kami sudah periksa dua juga dari Dinas Kehutanan dan dari Kementerian Kehutanan.
Kocaknya persidangan kemarin itu, semua saksi ini kalau jaksa yang bertanya, semua lancar hafal. Kalau hakim yang bertanya, seperti macet semuanya ya. Kalau pengacara yang bertanya, jawabannya bukan tugas kami, bukan tupoksi kami.
Contoh, misalnya Kepala Balai Kehutanan. Kepala Balai ini tuh fokusnya dia, job desk dia adalah mengurus semua pohon yang ada di wilayahnya dia. Jadi pohon-pohon ini, kalau hutan produksi itu, kalau Mbak yang punya izin HPH, kalau mau potong pohon, diukur, ditimbang, dibayar ke negara. Dan yang paling bertanggung jawab itu memang Kepala Balai.
Jangankan 11 kilometer hutan digunduli, satu pohon pun dia harus bisa pertanggungjawabkan. Itu Undang-Undang Kehutanan. Ketika sidang saya tanya dia. Saudara saksi, salah satu tugas saudara ngurusin hutan? Iya. Saudara ngurusin batas enggak? Enggak. Ngurusin flora dan faunanya enggak? Egggak, itu ada urusan yang lain. Oke, berarti hutannya saja ya? Iya.
Pertanyaan kami satu. Ini kan 11 kilometer, terjadi bukaan jalan. Saya bicara di klien saya - saya hitung kira-kira 8 hektar panjangnya - pertanyaan saya satu. Kayunya sudah dibayar belum ke negara? Dijawab, Enggak tahu.
Oke, terima kasih. Yang kedua, kayu-kayunya dipertanggungjawabkan enggak? Nggak tahu.
Terus yang ketiga, waktu mereka mau menebang ini, lapor dulu enggak, sesuai regulasi? Sesuai regulasi, iya. Tapi mereka ada perencanaan enggak? Enggak tahu. Terus saya bilang, Bapak ngapain di sini?
Masih magang kali Bang?
Wah sudah Kepala lo. eselon tiga, pejabat. Tapi kalau jaksa tanya tempatnya, dia tahu. Oh itu tempatnya begini, begini, begini. Oke, saya tungguin. Giliran saya, tadi Bapak kata kan Bapak tahu tempatnya. Tahu mana persimpangan. Pertanyaan saya satu, sudah ke lapangan belum? Belum. Loh kok tadi Pak Jaksa nanya kok udah tahu? Iya saya diceritain. Ya mulia ini tolong catat ini, ya akhir-akhirnya begitu.
Kalau misalnya dari tim kuasa hukum, melihatnya ini bagaimana maksudnya untuk memenjarakan dua orang itu, kalau dipikir-pikir untungnya apa? Abang sebagai tim kuasa hukum, melihatnya arahnya ke mana PT Position ini?
Atas nama klien kami, Awwab Hafidz dan Marsel. Ketika saya besuk di penjara, pertama kali saya ditunjuk jadi kuasa hukum, saya diskusi di penjara. Mereka menangis. Dia bilang, Pak Rolas, dosa kami apa ya? Kami disuruh pasang patok, gara-gara ada illegal mining.
Yang pasang patok orang kampung, kami tunjukkan titiknya. Yang masuk penjara Marsel, sebagai orang survei. Yang kedua, Awwab sebagai kepala tambang. Sewaktu kejadian perkara, Awwab cuti. Enggak ada, enggak kerja. Tapi dia bertanggung jawab gara-gara dia kepala tambang. Marsel cuman karyawan yang disuruh tunjuk titik. Bahkan di persidangan kemarin, Direktur Utama Pak Eko bilang, di persidangan pun Pak Eko bilang, saya yang tanggung jawab. Saya Direktur Utama, saya yang perintahkan mereka. Bukan mereka yang jadi tersangka kalau ini sebuah perkara.
Tapi apa coba? Beraninya apa? Ya beraninya sama bocah-bocah. Iya kan? Kasihan saja. Maksudnya, sudahlah. Kita paham lah, dunia hukum memang, dunia hutan rimba kita pahamlah. Tapi jangan, jangan segitunya. Zalimnya jangan begitu bangetlah. Kenapa beraninya sama cuma bocah berdua ini? Sama yang lain dong, sama bos-bos yang lain dong. Berani enggak? Berani enggak nangkap Jenderal? Jenderal Kopassus berani enggak tangkap dia?
Eh, yang mana nih, Bang?
Dirut WKM Pak Eko Letnan Jenderal TNI, mantan Sesmenko Pak LBP. Iya kan? Berani enggak? Yang kasih perintahkan dia. Kalo dia pekerja melaksanakan tugas, tidak ada hukum satupun yang bisa melarang itu. Kecuali tugasnya tugas yang enggak benar. Tapi kalo tugas rutinitas di kantor, kok jadi salah? Tugasnya dia, Marsel, tugasnya dia emang tukang-tukang tarik GPS supaya truknya enggak lari kemana-mana, supaya alat berat enggak lari kemana-mana, enggak lari ke ke hutannya orang lain, tarik GPS.
Tapi kemarin Pak OC Kaligis (salah satu kuasa hukum WKM) sempat bilang bahwa dari keterangan ahli dan juga sikap-sikap ahli selama sidang sudah memperlihatkan bagaimana kebenaran yang terjadi. Apakah dari tim kuasa hukum WKM ini optimisis pada akhirnya nanti Awwab dan Marsel divonis bebas?
Ibarat bertinju, kita sudah menjalani sembilan ronde pertarungan. Iya kan? Enggak usah wasit atau juri. Masyarakat awam juga melihat di lapangan itu, di ring tinju itu, siapa yang babak belur, siapa yang KO, siapa yang jatuh bolak-balik. Iya kan? Sembilan ronde.
Apakah kami hebat? Bukan gara-gara hebatnya kami. Karena memang ini bohong semua isinya.
Tapi, Ria penasaran PT Position itu mengambil biji nikel juga ya. Abang tahu enggak itu dijualin ke mana?
Kalau panjang bukaan lahan untuk jalan itu 11 kilometer, kerugian negara yang sudah kami hitung, perhitungan internal, hampir Rp 400 miliar nilai nikel yang diambil dari tempat kami. Ke mana tuh barang? Kalau baca Undang-Undang Pertambangan, enggak boleh dijual. Pidana ini.
Kalau di pengadilan, direktur PT Position, saya tanya tanahnya kemana Pak? Dia menjawab, tanahnya kami taruh saja di samping-samping. Saya tunjukkan foto-fotonya di pengadilan. Terus dia bilang, saya lakukan cut and fill. Padahal, menurut undang-undang pertambangan, nikel ini barang kritis. Enggak boleh dibuang. Wajib dimanfaatkan. Dengan dia melakukan itu pun, sudah pidana. Makanya saya katakan, Mbak, terlalu busuk barang ini.
Sidang masih terus berjalan ya Bang?.
Iya. Satu bulan lagi.
Ke depan agendanya apa tuh Bang?
Minggu depan masih saksi dari jaksa. Yang lebih kocak lagi, yang perlu dicatat. Minggu depan ini undangan keempat, kalo enggak undangan kelima. Artinya empat kali enggak datang, atau lima kali enggak datang. Bosnya PT WKS yang menandatangani perjanjian.
Minggu depan lagi udah diundang itu, yang menandatangani perjanjian. Ini penting sekali kita periksa dong kan? Dia yang bikin perjanjian? Pengin kenalan juga saya sama dia. Maksudnya kok kejam banget. Saya kan mewakili klien saya cuma dua orang. Saya bukan mewakili perusahaan WKM. Bukan. Saya mewakili Awwab dan Marsel.
Mungkin ada pesan-pesan khususnya untuk Awwab dan Marsel yang saat ini jadi terdakwa. Silahkan Bang.
Pesan saya cuma satu. Kita warga negara Indonesia warga negara yang beragama. Zaman sekarang ini semakin bagus ya. Karma atau tabur tuai itu cepat sekali. Kalo dulu karma lama sekali datang sekarang karma dekat. Apa yang kau tabur itu yang kau tuai.
Bagi teman-teman penegak hukum semuanya, yuk kita tegakin hukum ini. Kalo salah silahkan di hukum. Tapi kalo enggak salah jangan sampai itu menimpa ke warga Anda. Thank you.