- Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menantang pihak tidak puas segera uji materi KUHAP ke Mahkamah Konstitusi.
- Jimly menyatakan pengujian dapat dilakukan langsung tanpa menunggu pengesahan resmi oleh Presiden Prabowo Subianto.
- KUHAP baru memuat penguatan signifikan terhadap mekanisme keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Suara.com - Polemik seputar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan DPR terus memanas. Menjawab berbagai keberatan publik, Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, menantang pihak-pihak yang tidak puas untuk menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jimly menegaskan, langkah hukum ini bisa dilakukan segera tanpa harus menunggu proses administrasi kenegaraan, termasuk tanda tangan dari Presiden terpilih Prabowo Subianto. Menurutnya, KUHAP tersebut secara material sudah final sejak disetujui di parlemen.
"Kalau tidak setuju, kalau ada yang abuse gitu, segera saja ajukan ke MK," ujar Jimly di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Sikap tegas ini disampaikan untuk merespons suara-suara sumbang yang mendesak penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Jimly menilai, mekanisme uji materi jauh lebih tepat karena undang-undang yang sudah disahkan memiliki ruang koreksi melalui MK, bukan dengan intervensi eksekutif melalui Perppu.
Ia bahkan mendorong agar gugatan bisa didaftarkan secepatnya, tanpa perlu menunggu masa 30 hari pengesahan RUU oleh presiden.
"Tidak usah nunggu 30 hari, tidak usah nunggu ditandatangani oleh Presiden," katanya sebagaimana dilansir Antara.
Lebih jauh, mantan Ketua MK ini juga memberikan masukan agar Mahkamah Konstitusi sendiri beradaptasi. Ia mendorong MK untuk membangun tradisi baru dalam persidangan, yakni memungkinkan pengujian terhadap sebuah rancangan undang-undang bisa langsung diproses setelah ketok palu di DPR, tanpa harus menunggu nomor undang-undang resmi.
"Maka tidak usah nunggu 30 hari, ajukan saja ke MK dan MK pun harus membangun tradisi bahwa tidak usah nunggu diundangkan dulu pakai nomor baru diuji," tegas Jimly.
Baca Juga: KUHAP Baru Disahkan, Ahli Peringatkan 'Kekacauan Hukum' Januari 2026: 25 Aturan Pelaksana Belum Siap
Menurutnya, langkah cepat ini krusial untuk mencegah potensi dampak negatif atau korban dari implementasi pasal-pasal yang dianggap bermasalah.
"Jadi, rancangan undang-undang yang sudah ketok palu itu sudah final secara material, daripada nanti menimbulkan korban, segera saja diuji, minta prioritas sidang cepat. Jangan Perppu dong," imbuhnya.
Di sisi lain, Jimly juga menyoroti salah satu aspek positif dari KUHAP baru, yakni penguatan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Ini kan pasangan hukum material dan hukum formilnya. Di dalamnya salah satu yang juga mengalami penguatan kebijakan ialah mekanisme restorative justice, peradilan yang memulihkan, bukan sekadar membalas kesalahan," kata Jimly.
Ia berharap filosofi baru ini dapat membawa sistem hukum Indonesia menjadi lebih baik dan sesuai dengan karakter bangsa.
"Nah ini filosofi baru yang mudah-mudahan lebih sesuai dengan karakter negara hukum kita," imbuhnya.