- Hujan intensitas tinggi menyebabkan banjir di empat wilayah Sumatera dan longsor di Banjarnegara pada 25-27 November.
- Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno apresiasi kesigapan kepala daerah dalam evakuasi warga dan meminta pencegahan.
- Diperlukan pengawasan ketat pembangunan dan percepatan pengesahan RUU energi terbarukan serta perubahan iklim.
Suara.com - Anomali iklim di Indonesia yang ditandai dengan hujan terus menerus berintensitas tinggi telah memicu rentetan bencana ekologis di sejumlah wilayah.
Tercatat pada tanggal 25 hingga 27 November, banjir besar menerjang empat daerah sekaligus di Pulau Sumatera, yakni Padang, Aceh, Tapanuli Selatan, hingga Sibolga. Sebelumnya, bencana longsor juga dilaporkan terjadi secara masif di Banjarnegara, Jawa Tengah.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, memberikan apresiasi atas kesigapan pemerintah daerah dalam mengevakuasi dan menyelamatkan warga.
“Para kepala daerah mengambil tindakan cepat dan taktis untuk menyelamatkan warga dari dampak bencana. Selain itu, kami juga mendorong pemerintah pusat dan daerah lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan yang dianggap perlu untuk siaga menghadapi ancaman bencana ekologis akibat anomali iklim ini,” ujar Eddy kepada wartawan, Jumat (28/11/2025).
Ia menegaskan bahwa dalam situasi krisis seperti ini, nyawa manusia adalah hal yang utama.
“Keselamatan masyarakat harus selalu menjadi prioritas utama,” katanya.
Wakil Ketua Umum PAN ini menilai bencana ekologis yang terjadi bukan semata-mata karena faktor alam atau anomali iklim, melainkan juga akibat kebijakan pembangunan sebelumnya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.
Oleh karena itu, Eddy mendesak adanya pengawasan ketat terhadap pembangunan yang berisiko merusak alam.
"Kami mendorong Kementerian LH melalui Dirjen Gakum untuk terus melakukan monitoring dan penegakan hukum jika ditemukan pembangunan yang justru berpotensi membahayakan lingkungan,” ungkapnya.
Baca Juga: Longsor Hebat di Agam: Puluhan Rumah Hancur, Warga Masih Hilang
Ia menekankan pentingnya percepatan aksi iklim melalui regulasi yang mendukung transisi energi dan pembangunan rendah karbon.
Selain itu Eddy juga menyambut baik langkah pemerintah yang telah menerbitkan aturan terkait energi sampah dan nilai ekonomi karbon.
![Warga melihat dua unit mobil yang terseret banjir bandang di Lubuk Minturun, Padang, Sumatera Barat, Kamis (27/11/2025). [ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/foc]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/11/28/62623-banjir-bandang-di-padang-banjir-padang.jpg)
"Pemerintah mendengarkan aspirasi yang secara konsisten kami sampaikan untuk menjadi kebijakan pro lingkungan yakni mengenai isu sampah dan perdagangan karbon dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 109 tahun 2025 tentang Waste to Energy dan Perpres No. 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon,” jelasnya.
Namun, Eddy menilai langkah tersebut harus segera disusul dengan pengesahan payung hukum yang lebih kuat di tingkat undang-undang, khususnya terkait energi terbarukan dan pengelolaan perubahan iklim.
"Ke depan kebijakan pro lingkungan dan mencegah dampak krisis iklim sepertinya harus diakselerasi seperti RUU Energi Baru dan Terbarukan. Kami juga terus mendorong RUU Pengelolaan Perubahan Iklim agar segera dibahas dan disahkan sebagai dasar hukum segala bentuk kebijakan mencegah dampak krisis iklim yang semakin meluas,” katanya.
Lebih lanjut, Eddy mengingatkan bahwa situasi saat ini menuntut tindakan nyata sesegera mungkin.