- KA Kilat Pajajaran Jakarta-Bandung disebut akan memakan waktu 1,5 jam.
- Proyek Rp8 triliun ini didanai APBD Jabar, mencakup gerbong logistik pertanian serta koneksi hingga Garut dan Banjar.
- Rencana ini memicu kritik karena potensi mengganggu finansial Whoosh, meskipun pendukung melihatnya sebagai opsi terjangkau.
"Kami belum bisa berandai-andai," tegasnya.
Kritik Keras Pengamat: "Aneh dan Kontraproduktif"
Meski terdengar manis, rencana ini mendapat kritik tajam dari akademisi. Pengamat Transportasi ITB, Sony Sulaksono, menilai proyek ini "aneh" di tengah upaya PT KAI memulihkan kondisi finansial dan memaksimalkan okupansi Whoosh.
"Ini aneh dan kontraproduksi," kata Sony kepada Suara.com, Selasa (2/12/2025).

Sony khawatir kehadiran Kilat Pajajaran justru akan "memakan" pasar Whoosh yang saat ini masih berjuang menutupi utang operasional.
"Di saat PT KAI sedang berusaha meningkatkan jumlah penumpang Whoosh agar dapat menutupi utang dan menjaga kualitas pelayanan, ini malah justru membuat saingan sendiri," tambahnya.
Lebih lanjut, Sony meragukan efektivitas anggaran Rp8 triliun jika harus membangun trek lurus khusus untuk kecepatan tinggi. Ia menyarankan Pemprov Jabar lebih baik fokus pada revitalisasi jalur KA Banjar-Pangandaran-Pamulang atau membangun LRT Bandung Raya.
"Harus buat track lurus seperti track Whoosh. Itu akan mahal dan gak cukup anggaran 8T yang mau disiapkan Pemprov," ujarnya memperingatkan.
Jangan Monopoli Pilihan Rakyat
Baca Juga: Danantara 'Wajibkan' Menkeu Purbaya Ikut Rapat Masalah Utang Whoosh
Pandangan berbeda datang dari Senayan. Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam, justru mendukung wacana ini sebagai bentuk perlawanan terhadap monopoli transportasi.
"Infrastruktur publik tidak boleh memonopoli pilihan rakyat," tegas Mufti.
Menurutnya, persaingan antara Kilat Pajajaran dan Whoosh adalah hal yang sehat, asalkan harga tiketnya kelak benar-benar terjangkau bagi "kaum mendang-mending".
"Dan faktanya, sampai hari ini Whoosh belum bisa dijangkau semua kalangan, terutama masyarakat pekerja. Jadi, setiap opsi transportasi yang lebih cepat dan lebih murah harus kita dukung penuh," katanya.

Namun, ia memberi catatan keras soal anggaran. Jangan sampai proyek ini justru menjadi beban baru bagi keuangan negara atau daerah.
"Jangan sampai kita keluar dari mulut buaya, masuk ke mulut singa. Maksud proyek ini kan memberi pilihan transportasi yang lebih murah, lebih cepat, dan tidak membebani rakyat. Tapi kalau biayanya terlalu besar, yang terjadi justru sebaliknya: rakyat kembali menanggung dampak finansialnya, entah lewat harga tiket atau lewat beban APBD/APBN," kata dia.