- Bencana banjir dan longsor Sumatera menewaskan 700 lebih jiwa, mendorong KLH mengkaji ulang tata ruang daerah terdampak.
- Menteri Lingkungan Hidup menyoroti tata ruang daerah yang mengabaikan daya dukung lingkungan sebagai akar permasalahan utama.
- KLH akan me-review total tata ruang wilayah di Aceh, Sumut, dan Sumbar, termasuk izin sepanjang DAS sesuai arahan Presiden.
Suara.com - Tragedi banjir dan longsor di Sumatera yang telah merenggut lebih dari 700 nyawa menjadi tamparan keras yang memaksa pemerintah pusat mengambil langkah tegas. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kini menyorot biang kerok utama di balik bencana ekologis ini, amburadulnya tata ruang daerah yang dinilai sama sekali tidak mengindahkan daya dukung lingkungan.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan pihaknya akan melakukan kaji ulang masif terhadap tata ruang di seluruh wilayah terdampak di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Langkah ini bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah keharusan untuk mengembalikan fungsi ekosistem sebelum bencana yang lebih parah kembali terulang.
Berbicara dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (2/12/2025), Hanif menegaskan bahwa bencana ini menjadi momentum untuk mengevaluasi total, tidak hanya izin usaha di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS), tetapi juga cetak biru tata ruang wilayah secara keseluruhan.
"Dengan kejadian ini kami akan me-review kembali. Jadi yang di-review tidak hanya unit-unit usaha yang ada di sepanjang daeran aliran sungai (DAS) tersebut, tetapi juga tata ruang yang kemudian sangat tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya," ujarnya sebagaimana dilansir Antara.
Fakta di lapangan, menurut Hanif, sangat mengkhawatirkan. Ia membeberkan data-data kritis yang menunjukkan bagaimana kawasan lindung telah digerogoti secara sistematis.
Salah satu contoh paling gamblang adalah kondisi di Jawa Barat, di mana area tangkapan air dan kawasan lindung kini hanya tersisa 400 ribu hektare dari total 1,6 juta hektare yang seharusnya dilindungi.
Kondisi serupa ditemukan di salah satu titik bencana, yakni DAS Batang Toru di Sumatera Utara. Di sana, kawasan hutan yang berfungsi sebagai 'spons' alami penyerap air tersisa kurang dari 40 persen.
Lebih parahnya lagi, wilayah hulu sungai yang seharusnya menjadi zona lindung mutlak, justru dialihfungsikan sebagai Areal Penggunaan Lain (APL).
Baca Juga: Respons Ajakan Taubatan Nasuha Cak Imin, Politisi Golkar: Tak Pantas Bercanda di Tengah Duka
Tim KLH saat ini masih terus melakukan pendalaman di seluruh titik bencana di tiga provinsi tersebut. Namun, Hanif meyakini polanya akan sama, tata ruang yang disusun tanpa mempertimbangkan kapasitas alam.
"Tetapi, kasusnya sama bila mana tata ruangnya ternyata tidak memperhatikan daya dukung, daya tampung, kewajiban Menteri LH untuk kemudian merekomendasikan area itu kembali berfungsi sebagaimana yang harusnya," tegasnya.
Langkah tegas KLH ini juga merupakan tindak lanjut dari arahan langsung Presiden Prabowo Subianto.
Presiden memerintahkan agar tragedi di Sumatera menjadi titik balik untuk menegakkan kembali supremasi perlindungan lingkungan di seluruh Indonesia, mengingat konsekuensi fatal yang harus ditanggung ketika alam diabaikan.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Selasa sore, total korban jiwa akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah mencapai 712 orang.