Soal Kerusakan Alam, Pakar Lingkungan Nilai Pemerintah Periode Ini Tak Bisa Disalahkan Sepenuhnya

Galih Prasetyo Suara.Com
Jum'at, 05 Desember 2025 | 19:05 WIB
Soal Kerusakan Alam, Pakar Lingkungan Nilai Pemerintah Periode Ini Tak Bisa Disalahkan Sepenuhnya
Menteri KLH Hanif Faisol Nurofiq mengatakan pihaknya akan memanggil 8 perusahaan, termasuk Agincourt Resources, tambang emas di bawah Astra International (ASII) untuk diperiksa pada 8 Desember 2025, karena diduga berkontribusi terhadap bencana banjir Sumatera. Foto: Kondisi rumah warga yang rusak akibat banjir bandang di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Jumat (28/11/2025). [Antara]
Baca 10 detik
  • Pakar menilai Menteri Kehutanan baru tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan akibat banjir dan longsor.
  • Kerusakan ekologis merupakan akumulasi praktik buruk yang terjadi selama puluhan tahun melibatkan banyak pihak.
  • DPR meminta Menteri Kehutanan menindak tegas praktik ilegal logging dan pengangkutan kayu di wilayah bencana.

Suara.com - Isu kerusakan lingkungan yang dikaitkan dengan bencana banjir dan longsor di Sumatra menjadi sorotan publik dalam beberapa pekan terakhir.

Namun, sejumlah pakar menegaskan bahwa pemerintah saat ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas kondisi ekologis yang memburuk.

Pakar lingkungan, Mahawan Karuniasa, menyatakan bahwa Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni tidak bisa dipertanggungjawabkan secara langsung atas kerusakan alam yang terjadi saat ini. Pasalnya, Raja Juli baru menjabat sebagai Menteri Kehutanan sejak tahun lalu dan masih dalam tahap menata kebijakan di kementeriannya.

“Terkait siapa yang bertanggung jawab, menteri yang sekarang tidak bisa dilihat begitu saja. Beliau baru dipilih dan baru bekerja,” ujar Mahawan.

Mahawan menekankan bahwa meski pemerintah tetap memiliki tanggung jawab utama dalam menjaga lingkungan, persoalan kerusakan alam adalah akumulasi panjang yang melibatkan banyak pihak. Ia menyebut bahwa tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan tidak hanya berada di pundak pemerintah, tetapi juga perusahaan swasta dan masyarakat.

Menurutnya, pemerintah tetap harus melakukan pengawasan ketat terutama terhadap praktik pembalakan liar (ilegal logging) dan aktivitas perusahaan pemegang izin pengelolaan hutan.

“Pemerintah harus mengaudit kinerja perusahaan, apakah izin kehutanan mereka sesuai ketentuan. Lalu fokus pada restorasi serta pelestarian,” jelasnya.

Mahawan kemudian menyoroti bahwa praktik ilegal logging sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, bahkan sejak era Orde Baru. Ia menyebut adanya praktik jual beli izin dan lemahnya pengawasan yang membuat pembalakan liar tumbuh subur.

“Ini bagian dari korupsi sumber daya alam yang sangat masif sejak zaman Orde Baru,” ujarnya.

Baca Juga: Polda Riau Kirim Bantuan Gelombang Keempat, 3.459 Alat Kerja Dikerahkan ke Aceh dan Sumbar

Masalah kerusakan hutan juga mendapat perhatian serius dari DPR RI. Anggota Komisi IV, Firman Soebagyo, mengingatkan bahwa kerusakan ekologis tidak terjadi dalam waktu singkat, melainkan buah dari kebijakan dan praktik buruk selama puluhan tahun.

Dalam rapat kerja bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Firman menegaskan bahwa pejabat yang baru menjabat tidak bisa menjadi kambing hitam atas kondisi hutan yang saat ini mengkhawatirkan.

“Pak Menteri ini sedang cuci piring. Kerusakan hutan ini bukan satu atau dua tahun. Setelah reformasi, hutan kita hancur,” kata Firman

Firman juga menyoroti sejumlah kebijakan, termasuk program reforma agraria, yang menurutnya turut memperparah degradasi hutan dan meningkatkan risiko bencana.

Ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi geologis Indonesia yang rawan longsor, terutama setelah ia melihat sendiri kondisi lapangan di berbagai titik.

Firman juga mengecam aktivitas pengangkutan kayu yang masih terjadi di wilayah terdampak bencana di Sumatra. Meskipun memiliki izin resmi, ia menilai kegiatan tersebut menunjukkan tidak adanya “sense of crisis”.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI