Pengamat Tantang Pemerintah Buka Data Penebangan Hutan Kemenhut Era Zulhas: Berani Tidak?

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 09 Desember 2025 | 19:16 WIB
Pengamat Tantang Pemerintah Buka Data Penebangan Hutan Kemenhut Era Zulhas: Berani Tidak?
Ilustrasi Hutan. (pixabay)
Baca 10 detik
  • Pengamat Yayat Supriatna menyatakan banjir terkait kerusakan hutan disebabkan kebijakan pascareformasi yang masif.
  • Penyelesaian masalah deforestasi memerlukan pemetaan detail mengenai aktor utama dan legalitas perizinan lahan.
  • Pemerintah wajib transparan membuka data izin kehutanan dari setiap periode untuk menentukan tanggung jawab.

Suara.com - Pengamat Lingkungan Hidup, Yayat Supriatna, memandang polemik banjir di Sumatera tidak boleh hanya dimaknai sebagai kegagalan kementerian kehutanan yang sedang menjabat saat ini.

Ia menegaskan bahwa kerusakan hutan yang menjadi pemicu utama banjir telah berlangsung jauh lebih lama dan melekat pada jejak panjang kebijakan pascareformasi yang membuka ruang bagi penguasaan lahan secara besar-besaran.

Penyelesaian masalah tidak bisa dicapai tanpa menelusuri akar waktu yang memicu deforestasi tersebut.

“Pertama, kita harus melihat data time series-nya itu berapa tahun. Sepuluh tahun atau berapa tahun sejak terjadinya penebangan hutan dan izin-izin kehutanan besar-besaran itu dikeluarkan,” ujarnya, Selasa (9/12/2025).

Ia kemudian menguraikan bahwa titik kritis masalah deforestasi sebenarnya muncul pada masa transisi politik nasional di awal reformasi ketika aturan dan tata kelola kehutanan belum tertata dengan baik.

Menurutnya, fase itu menjadi pintu masuk terbesar bagi pelemahan kontrol negara atas kawasan hutan.

“Kalau kita melihat awalnya, itu terjadi di awal reformasi. Pada saat itulah terjadi eskalasi penguasaan lahan di tengah lemahnya regulasi,” kata Yayat.

Dalam penjelasannya, Yayat juga menggambarkan persoalan serupa tidak hanya terjadi di satu wilayah tetapi merata di berbagai daerah, termasuk Sumatera Utara.

Ia menyebutkan bahwa kurun waktu hampir seperempat abad telah berlalu tanpa adanya koreksi signifikan terhadap kebijakan masa lalu.

Baca Juga: Kritik Pandji Pragiwaksono ke Zulhas di 2011: Daripada Tanam 1 Miliar Pohon, Mending Dijaga

“Jadi sebenarnya di wilayah Sumatera Utara—dan di tempat lain juga sama—semuanya dimulai ketika awal reformasi, saat aturan-aturan belum terstruktur dari masa Orde Baru menuju masa sekarang. Kalau kita hitung sejak reformasi, berarti hampir 24 tahun, sejak 1998. Ya kira-kira dari awal 200-an sampai 20 tahun terakhir,” tuturnya.

Yayat menilai bahwa pelemahan regulasi selama masa transisi itu membuka ruang bagi aktor-aktor besar melakukan ekspansi dan penjarahan kawasan hutan.

Ia menegaskan pentingnya mengidentifikasi siapa saja pihak yang berperan dalam perubahan besar tata guna lahan pada periode tersebut.

“Sejak kapan pelemahan-pelemahan itu terjadi? Termasuk pelepasan status kawasan yang menyebabkan alih fungsi, penjarahan, dan penguasaan. Sekarang pertanyaannya: siapa aktor-aktor besarnya dulu? Itu harus dipetakan,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan praktik penebangan tidak pernah berdiri sendiri, melainkan melibatkan jaringan pelaksana yang beroperasi di lapangan.

Hal itu membuat pemetaan legalitas menjadi krusial agar publik memahami perbedaan antara aktivitas yang diizinkan dan yang melanggar hukum.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI