- Kebakaran fatal melanda PT Terra Drone pada 9 Desember 2025 di Jakarta Pusat, menewaskan 22 karyawan akibat baterai drone meledak.
- Data DKI Jakarta 2023–2025 menunjukkan tingginya kasus kebakaran yang didominasi masalah kelistrikan atau korsleting listrik (lebih dari 50 persen).
- Kepadatan penduduk dan minimnya sarana proteksi dini seperti APAR mempercepat penyebaran api dan penanganan awal kebakaran.
Suara.com - Selasa siang 9 Desember 2025 suara sirine mendadak meraung-raung menambah hiruk pikuk Jalan Letjen Suprapto, Kemayoran Jakarta Pusat. Tak ada yang menduga, siang itu pukul 12.30 WIB merupakan hari nahas bagi 22 orang karyawan PT Terra Drone Indonesia.
22 orang itu dinyatakan meninggal dunia akibat kebakaran maut yang melanda tempat mereka bekerja. Belakangan diketahui, pemicu kebakaran hebat PT Terra Drone adalah baterai drone yang terbakar atau meledak.
Kebakaran Terra Drone belum lama ini adalah satu insiden kebakaran paling menonjol di Jakarta sepanjang 2025 ini. Beberapa hari setelahnya, Ponpes Al Mawaddah di Jagakarsa hingga paling kekinian adalah Pasar Induk Kramat Jati dan 10 warung di Kalideres juga terbakar.
Pertanyaannya, kenapa di saat Jakarta dan sebagian besar daerah lain kerap diguyur hujan justru insiden kebakaran sepertinya makin sering terjadi?
Data Kebakaran Jakarta Sejak 2023
Rilisan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Provinsi DKI Jakarta sejak 2023 menunjukkan tren tersebut.
Dari 2.286 kejadian, lonjakan peristiwa terjadi pada bulan September dan Oktober dengan 313 dan 346 kasus yang tercatat. Sementara di bulan lain, rata-rata terdapat 100 hingga 200 kejadian.
Begitu pula di tahun 2024, 1.969 kejadian juga didominasi peristiwa pada bulan September dan Oktober. Masing-masing mencatatkan 219 dan 221 kasus, lebih tinggi dari rata-rata bulan lain yang tidak sampai ke angka 200.
Untuk tahun 2025 sendiri, data Dinas Gulkarmat DKI Jakarta hingga September 2025 menunjukkan 1.195 kasus kebakaran.
Baca Juga: 7 Fakta Ganjil Kebakaran Ruko Terra Drone: Izin Lolos Tanpa Tangga Darurat?
Listrik Biang Kerok Utama
Kasus kebakaran di Jakarta sejak 2023 didominasi masalah kelistrikan. Menurut data Dinas Gulkarmat DKI Jakarta, 53,19 persen atau 1.216 kejadian disebabkan korsleting listrik.
Pun di 2024, korsleting listrik masih jadi pemicu terbesar kebakaran dengan hitungan data 61,12 persen atau 1.204 kejadian.
Masalah serupa pun terulang di 2025, dengan kebakaran Pesantren Al Mawaddah di Jagakarsa dan Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur jadi salah satu contoh kasus kebakaran yang dipicu korsleting listrik.
Kawasan Padat Penduduk Perparah Masalah

Di luar masalah kelistrikan, kondisi beberapa wilayah yang padat penduduk seringkali memperparah kasus kebakaran di Jakarta.
Kebakaran di wilayah Kalideres, Jakarta Barat pada Selasa (16/12/2025) kemarin yang meluluhlantakan 10 warung jadi contoh nyata bagaimana bangunan saling berdempetan membuat sebaran api jadi lebih mudah.
Data rilisan Dinas Gulkarmat DKI Jakarta sejak 2023 pun menunjukkan bahwa bangunan perumahan jadi objek yang paling banyak terbakar dari setiap kasus.
637 bangunan rumah hangus dilalap api pada tahun tersebut, sedangkan 566 lainnya tercatat jadi objek kebakaran di 2024.
Pun di 2025, beberapa kasus kebakaran di wilayah padat penduduk seperti di kawasan Tamansari, Jakarta Barat kembali terulang.
"Dengan kepadatan lingkungan, apinya makin cepat menjalar," ungkap Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung medio September 2025.
Minimnya Sarana Proteksi Dini
Kasus kebakaran di Jakarta rata-rata juga disebabkan minimnya sarana proteksi dini, terutama di kawasan padat penduduk.
Dari rilisan data Dinas Gulkarmat DKI Jakarta pada September 2025 saja, hanya 267 dari 1.195 kejadian yang bisa ditangani langsung oleh masyarakat.
Meski Pramono Anung sudah mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 5 Tahun 2025, yang menargetkan setiap RT di Jakarta minimal memiliki dua tabung APAR, nyatanya program tersebut belum efektif dalam menanggulangi kebakaran.
Dinas Gulkarmat DKI Jakarta juga cukup aktif memberikan himbauan untuk menindaklanjuti arahan gubernur terkait ketersediaan APAR di setiap RT.
Namun, mereka pun tidak menampik bahwa perlu biaya yang tidak sedikit dalam pengadaan APAR karena butuh modal sekitar Rp300 ribu hingga Rp1 juta per unit.
Solusi Paling Realistis
![Ilustrasi tragedi kebakaran maut gedung Terra Drone. [Dok. Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/10/73169-ilustrasi-tragedi-kebakaran-maut-gedung-terra-drone.jpg)
Penanganan masalah kebakaran di wilayah Jakarta masih butuh solusi yang lebih efektif.
Sosialisasi tentang pentingnya penanggulangan kebakaran ke warga jadi salah satu poin penting.
"Sebelum kebakaran terjadi, yang paling penting adalah bagaimana warga mempersiapkan diri mengantisipasi terjadinya musibah kebakaran," ujar pengamat tata kota, Yayat Supriatna kepada Suara.com, Rabu (17/12/2025).
Setelah sosialisasi, kelengkapan APAR di masing-masing wilayah juga perlu mendapat perhatian khusus.
"Tenaga-tenaga terlatih pun tidak akan maksimal kalau di tiap-tiap rumah itu tidak ada alat pemadam kebakaran," kata Yayat lagi.
Menyoal tingginya kasus kebakaran karena korsleting listrik, edukasi terhadap masyarakat terkait instalasi yang memenuhi standar keamanan pun sangat diperlukan.
Mulai dari himbauan pemasangan meteran listrik yang otomatis mati ketika kelebihan beban, hingga penyambungan listrik yang tidak tumpang tindih.
Instalasi listrik yang asal-asalan sangat berpotensi memicu korsleting saat terkena guyuran hujan.
"Jadi, hati-hati dengan pemasangan instalasi listrik. Jangan yang 'Spanyol', separuh nyolong," kelakar Yayat.
Terakhir, pemilihan bahan bangunan yang tahan api jadi solusi realistis untuk meminimalisir peluang terjadinya kebakaran di wilayah padat penduduk.
"Tingkat kerapatannya pun juga harus diperhatikan," pungkas Yayat.
