- Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyebut KUHAP baru sebagai terobosan konstitusional utama reformasi Polri.
- KUHAP baru mengedepankan keadilan restitutif dan restoratif, serta memperketat kontrol transparansi dan HAM personel Polri.
- DPR juga berencana merevisi UU Polri untuk menyesuaikan usia pensiun dan memperkuat fungsi pelayanan institusi tersebut.
Suara.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru merupakan terobosan konstitusional utama dalam mengakselerasi reformasi Polri.
Ia menyebut selama hampir 30 tahun era reformasi berjalan, aturan hukum utama yang memandu kerja kepolisian masih menggunakan KUHAP warisan Orde Baru yang belum tersentuh perubahan signifikan.
Hal itu disampaikan Habiburokhman menanggapi soal adanya usulan Perhimpuan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) yang meminta Presiden RI Prabowo Subianto membubarkan Komisi Reformasi Polri.
Habiburokhman menilai, tuntutan masyarakat terhadap reformasi kepolisian tidak boleh terjebak pada gimik politik atau sketsa pembalasan personal. Ia menekankan bahwa reformasi harus dikembalikan pada rel konstitusi, sebagaimana amanat Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan TAP MPR Nomor VII Tahun 2000.
"Masalah utamanya adalah panduan hukum Polri dalam menjalankan tugas, yakni KUHAP warisan Orde Baru, tidak tersentuh reformasi selama nyaris 30 tahun. Situasi ini menyulitkan Polri untuk mereformasi diri secara fundamental," ujar Habiburokhman dalam pernyataan keterangan tertulisnya, Senin (22/12/2025).
Ia menyambut baik kerja sama antara DPR dan Presiden yang akhirnya melahirkan KUHAP baru.
Menurutnya aturan ini sangat reformis karena mengedepankan asas keadilan restitutif dan restoratif. Dengan paradigma baru ini, Polri diharapkan tidak lagi dipandang sebagai alat kekuasaan, melainkan murni sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Ia memaparkan beberapa poin krusial dalam KUHAP baru yang akan memperketat kontrol terhadap institusi Polri, di antaranya:
Pengawasan Berbasis Teknologi: Adanya keharusan penggunaan kamera pengawas (CCTV) selama proses pemeriksaan untuk menjamin transparansi.
Baca Juga: YLBHI: Kekuasan Polri di Ranah Sipil Mirip ABRI Zaman Orde Baru
Perlindungan Hak Asasi Manusia: Jaminan tegas bagi warga negara untuk bebas dari penyiksaan, intimidasi, serta perbuatan tidak manusiawi yang merendahkan harkat dan martabat selama proses hukum.
Sanksi Tegas bagi Personel: Pencantuman ancaman hukuman administrasi, etik, hingga pidana bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas.
Kontrol Publik: Penguatan kontrol yang tidak hanya dilakukan internal (Propam, Itwasum, Wasidik), tetapi juga oleh masyarakat secara langsung maupun melalui pendampingan advokat.
Selain KUHAP, Komisi III DPR RI juga berencana melakukan revisi terhadap Undang-Undang Polri. Selain menyesuaikan aturan usia pensiun agar setara dengan UU Kejaksaan dan UU TNI, revisi ini bertujuan memperkuat fungsi Polri dalam melayani masyarakat sesuai amanat konstitusi.
Ia menegaskan bahwa posisi Polri yang berada langsung di bawah Presiden merupakan hasil amandemen era reformasi untuk mengoreksi praktik masa lalu yang represif.
Mekanisme check and balances antara eksekutif dan legislatif dalam pengangkatan Kapolri juga menjadi pilar penting yang harus dipertahankan.
"Pemberlakuan KUHAP baru adalah langkah awal. Komisi III akan terus mengeluarkan rekomendasi soal percepatan reformasi Polri berdasarkan masukan masyarakat, agar institusi ini benar-benar sesuai dengan napas demokrasi modern," pungkasnya.