Mahfud MD Soroti Rekrutmen dan Promosi Polri, Ada Ketimpangan Kenaikan Pangkat

Senin, 22 Desember 2025 | 14:53 WIB
Mahfud MD Soroti Rekrutmen dan Promosi Polri, Ada Ketimpangan Kenaikan Pangkat
Mahfud MD di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). (Suara.com/Hiskia)
Baca 10 detik
  • KPRP menyoroti kelemahan selektivitas rekrutmen dan promosi jabatan di internal Polri berdasarkan aspirasi masyarakat Yogyakarta.
  • Ditemukan adanya ketimpangan promosi, seperti kenaikan pangkat tanpa memenuhi syarat masa dinas minimal.
  • Terdapat kesaksian mengenai praktik pembayaran informal dalam proses rekrutmen Akpol serta pendidikan dan promosi jabatan.

Suara.com - Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP) menyoroti persoalan serius dalam sistem rekrutmen hingga promosi jabatan di tubuh Polri. Sorotan ini muncul setelah KPRP menghimpun berbagai aspirasi dari tokoh masyarakat, akademisi, seniman, hingga mahasiswa di Yogyakarta.

Hal tersebut disampaikan Anggota KPRP Mahfud MD usai mengikuti forum diskusi yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Dalam forum itu, Mahfud mencatat lemahnya selektivitas dalam proses rekrutmen dan promosi internal Polri yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut Mahfud, pembahasan reformasi Polri mencakup berbagai aspek, mulai dari rekrutmen, promosi, hingga rotasi jabatan. Salah satu persoalan yang mengemuka adalah adanya ketimpangan dalam proses kenaikan pangkat, termasuk kasus perwira yang belum memenuhi syarat tetapi telah mendapatkan promosi.

“Kita mencatat ada orang yang pangkatnya tidak naik-naik, sementara ada juga yang belum memenuhi syarat namun tiba-tiba sudah naik pangkat,” ujar Mahfud di UGM, Senin (22/12/2025).

Ia mencontohkan kasus seorang anggota Polri yang telah menyandang pangkat jenderal meskipun belum memenuhi persyaratan masa dinas. Menurut Mahfud, untuk menjadi brigadir jenderal diperlukan masa dinas minimal 24 tahun, sementara yang bersangkutan baru menjalani 22 tahun masa dinas.

“Bahkan saya menyebutkan secara eksplisit nama orangnya. Untuk menjadi brigjen harus 24 tahun, ini baru 22 tahun sudah brigjen. Tentu ada alasan, tetapi ini menjadi catatan,” ucapnya.

Selain persoalan kenaikan pangkat, Mahfud juga mengungkap adanya kesaksian mengenai praktik pembayaran dalam proses pendidikan dan promosi jabatan di lingkungan Polri. Ia menyebut praktik tersebut dilakukan melalui jalur informal.

“Rekrutmen, bahkan untuk mengikuti Sespim agar bisa menjadi brigjen dan seterusnya, itu bayar. Bayarnya ke siapa? Ke pihak yang mengurus. Kalau ditanya apakah masuk ke rekening Polri, tentu tidak,” tuturnya.

Mahfud mengatakan praktik serupa juga disebut terjadi dalam proses rekrutmen calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol). Sejumlah kesaksian menyebut adanya sistem jatah dalam penerimaan calon taruna.

Baca Juga: Atasi Krisis Air, Brimob Polri Targetkan 100 Titik Sumur Bor untuk Warga Aceh Tamiang

“Kesaksiannya sama, bayar sekian, lewat ini, lewat itu. Jadi sekarang rekrutmen masuk Akpol juga sudah menggunakan sistem jatah-jatahan,” katanya.

Menurut Mahfud, kondisi tersebut membuat hasil rekrutmen dan promosi jabatan tidak sepenuhnya didasarkan pada kapasitas dan kompetensi. Faktor kedekatan personal maupun politik dinilai lebih dominan.

“Produk-produk beberapa tahun terakhir ini tidak selektif. Banyak dipengaruhi oleh kedekatan hubungan, hubungan politik, dan sebagainya,” imbuhnya.

Seluruh temuan tersebut, kata Mahfud, telah dicatat dan menjadi bahan diskusi mendalam di internal KPRP. Masukan-masukan itu nantinya akan digunakan untuk merumuskan perbaikan sistem pendidikan, rekrutmen, dan promosi di Polri.

“Semua sudah dicatat dan menjadi bahan diskusi yang cukup mendalam. Nantinya akan diputuskan bagaimana sistem pendidikan dan rekrutmennya ke depan,” tegasnya.

Mahfud menambahkan bahwa persoalan reformasi Polri tidak bisa dilepaskan dari faktor politik dan oligarki, yang melibatkan relasi antara kekuasaan, birokrasi, dan kepentingan ekonomi. Menurutnya, hal inilah yang menjadi tantangan utama dalam menentukan arah reformasi ke depan.

“Persoalannya tinggal dua, politik dan oligarki. Banyak pengusaha yang meminta backing, bukan hanya di Polri, tetapi juga di birokrasi, kementerian, hingga parlemen. Semuanya saling berkaitan,” pungkasnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI