Menakar Masa Depan PPP Pasca Dualisme

Chandra Iswinarno Suara.Com
Senin, 01 Desember 2025 | 11:23 WIB
Menakar Masa Depan PPP Pasca Dualisme
Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang dan Member International Political Science Association Cusdiawan. [Suara.com]
Baca 10 detik
  • Peningkatan ekspresi Islam publik pasca Orde Baru berbanding terbalik dengan stagnasi suara partai politik Islam sekitar 30 persen.
  • Kegagalan PPP masuk parlemen 2024 diakibatkan oleh buruknya pelembagaan partai, termasuk masalah dualisme kepemimpinan yang muncul.
  • Masa depan PPP bergantung pada konsolidasi internal, perbaikan kaderisasi, serta artikulasi kepentingan untuk menguatkan basis konstituen.

Sementara dalam kasus PPP, nampak jelas bagaimana faksionalisme yang gagal dikelola dengan baik dan bisa kita baca sejak lama.

PPP sebelumnya pernah mengalami dualisme, dan pada tahun 2024 sebelum pemilu dimulai terjadi pergantian kepemimpinan partai yang mengindikasikan faksionalisme yang menajam.

Adanya faksionalisme yang menguat jelas mengganggu mesin partai dalam pemenangan elektoral, dan ini berandil besar terhadap kegagalan PPP melewati ambang batas parlemen untuk kali pertama.

Alih-alih belajar pada sejarah mereka sendiri, elite PPP justru mengedepankan ego-faksi dibanding kepentingan secara kelembagaan.

Pertanyaan besarnya, jika pada 2024 saja faksionalisme belum sampai pada dualisme, namun sangat mengganggu mesin partai? Apalagi yang kini konflik tersebut sudah menghasilkan dualisme?

Kemampuan dalam mengelola faksionalisme akan berpengaruh terhadap stabilitas dari suatu partai politik.

Masa Depan PPP

Faksionalisme yang menajam dalam suatu partai politik jelas akan menghambat proses pelembagaan dalam internalnya, baik dalam pengambilan keputusan hingga menguatkan bahkan memperluas basis konstituennya.

Alih-alih terfokus pada agenda-agenda pemenangan, mengamplikasi isu strategis guna menguatkan basis konstituen dan bahkan memperluasnya, suatu parpol akan lebih disibukkan pada konflik internal.

Baca Juga: Konsolidasi PPP: Mardiono dan Din Syamsuddin Bahas Kebangkitan Politik Islam untuk Persiapan 2029

Dalam kasus PPP, walaupun sudah ada putusan mengenai ketua umum yang sahnya, tetapi ini tidak menjadi jaminan ke depan bahwa faksionalisme dalam partai akan mampu di atasi.

Sebab itu, dalam agenda jangka pendeknya terutama menghadapi kontestasi 2029, kepemimpinan partai saat ini harus secara serius mengonsolidasikan internalnya.

Elite-elite PPP pun perlu menyadari, bahwa jika mereka ingin partai ini tetap eksis dalam panggung politik nasional dan kehadirannya lebih substantif, maka mereka harus mengedepankan kepentingan partai secara kelembagaan.

Ada banyak 'pekerjaan rumah' bagi partai berlambang kakbah ini, dalam konteks jangka panjang, mereka jelas perlu memperkuat proses kaderisasi kepartaian, mengingat kelemahan PPP saat ini adalah kurang memiliki figur-figur yang populer dan mengakar di masyarakat.

Padahal, kehadiran figur atau tokoh dalam suatu partai politik di Indonesia akan menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat yang bisa memengaruhi preferensi politik mereka.

Survei Litbang Kompas pada Juni 2022 misalnya yang menyebut bahwa 27 persen masyarakat memilih partai politik karena tertarik pada figur, dan 13,5 persen pada program kerja.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI