Politik Emansipatoris di Pesantren, Belajar dari KH Imam Jazuli

Bernadette Sariyem Suara.Com
Senin, 29 Desember 2025 | 11:15 WIB
Politik Emansipatoris di Pesantren, Belajar dari KH Imam Jazuli
Muh. Husain Sanusi, Pemerhati Pendidikan Pesantren. [Bowo/Suara.com]
Baca 10 detik
  • KH Imam Jazuli meyakini tugas pesantren adalah pendidikan, bukan alat tawar politik sektarian, menjaga kesucian amanah.
  • Pesantren BIMA tetap unggul kompetitif mencetak santri mendunia, terbukti dari ribuan beasiswa dan persebaran lulusan global.
  • Beliau menolak dana eksternal dan menghargai keragaman politik walisantri, menunjukkan integritas finansial dan demokrasi tinggi.

Ribuan beasiswa yang telah dinikmati oleh para santri adalah bukti nyata dedikasi KH Imam Jazuli, terhadap masa depan anak didik jauh melampaui aktivitas politiknya.

Kesuksesan lulusan BIMA yang kini tersebar di berbagai belahan dunia—mulai dari Mesir, Maroko, Tunisia, Yordania, hingga Turki di kawasan Timur Tengah, serta Tiongkok, Taiwan, hingga negara-negara Eropa—adalah jawaban telak atas segala keraguan yang diembuskan oleh para hatters.

Kepercayaan dunia internasional terhadap kualitas lulusan BIMA, menunjukkan manajemen pendidikan di bawah kepemimpinan beliau berjalan dengan standar profesionalisme yang sangat tinggi.

Menghargai Keragaman Walisantri

Secara sosiologis, KH. Imam Jazuli sedang meredefinisi hubungan kiai dan santri menjadi lebih emansipatoris.

Beliau menegaskan bahwa loyalitas terhadap pesantren tidak berarti penyeragaman pilihan politik.

Di BIMA, walisantri diberikan kebebasan penuh untuk memiliki preferensi politik yang berbeda dengan sang pengasuh.

Beliau memposisikan walisantri sebagai mitra yang setara dan berdaya dalam menentukan pilihan tanpa tekanan struktural.

Bukti nyata dari sikap ini terlihat jelas pada momentum pemilihan presiden serta pemilihan legislatif tahun 2024.

Baca Juga: Bikin Acara Istighosah, Gus Miftah Paksa Gus Ipul dan Gus Ipang Wahid Rogoh Kocek Sendiri

Meskipun KH. Imam Jazuli dikenal aktif sebagai motor penggerak politik kultural, beliau tidak pernah sekali pun mengeluarkan surat maklumat atau perintah instruksional yang mewajibkan walisantri mengikuti pilihan politiknya.

Statemen beliau mengenai "Warga NU Wajib ber-PKB" adalah gagasan ideologis untuk konsumsi publik luas, bukan paksaan bagi wali muridnya. Slogan tersebut hanya ditujukan kepada warga NU bukan Walisantri BIMA.

Maka tak heran, latar belakang politik walisantri di BIMA sangatlah beragam; mulai dari simpatisan PKB, Golkar, PDI Perjuangan, hingga partai lainnya.

Bahkan, beliau menunjukkan kedermawanan politik yang luar biasa: jika ada walisantri yang mencalonkan diri dalam Pilkada atau Pileg, KH. Imam Jazuli bersedia membantu dan mendoakan tanpa memandang sekat partainya.

Ini adalah level tertinggi dari sebuah komitmen demokrasi di lingkungan pesantren.

Integritas: Selesai dengan Urusan Materi

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI