Biasa Blak-blakan, Ahok Takut Bicara soal BBM Oplosan Pertamina: Ada yang Saya Enggak Bisa Ngomong

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 13 Maret 2025 | 22:06 WIB
Biasa Blak-blakan, Ahok Takut Bicara soal BBM Oplosan Pertamina: Ada yang Saya Enggak Bisa Ngomong
Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok takut berbicara soal BBM oplosan Pertama usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku tak kuasa berbicara soal BBM oplosan Pertamina usai diperiksa Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018–2023.

Usai diperiksa selama 8 jam pada Kamis (13/3/2025), Ahok yang terkenal gemar bicara blak-blakan kini mengaku gentar bicara soal dugaan BBP oplosan Pertamina. 

Ahok, yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta, itu mengaku jaksa tidak menanyakan soal adanya dugaan pengoplosan BBM RON 92 dengan BBM yang memiliki RON lebih rendah.

“Kalau pengoplosan saya kira di sini penyidik enggak pernah tanya itu. Kalau pengoplosan, otomatis kendaraan-kendaraan akan protes. Ini memang ada soal sesuatu yang saya enggak bisa ngomong," kata Ahok saat dicegat wartawan di Gedung Kejagung, Jakarta.

"Nanti di sidang pasti penyidik akan kasih lihat. Tapi ya saya kaget, ternyata lebih dalam yang saya kira di kulit,” lanjut Ahok, yang menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina di periode 2019 - 2024.

Ahok Kaget

Pada kesempatan yang sama Ahok juga mengaku kaget karena Kejagung memiliki lebih banyak data mengenai kinerja Pertamina ketimbang dirinya.

“Dari Kejaksaan Agung, mereka punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu. Ibaratnya saya tahu cuma sekaki, dia tahu sudah sekepala,” kata dia.

Ia juga mengaku kaget bahwa Kejagung memiliki data terkait adanya fraud dan penyimpangan transfer pada perusahaan subholding Pertamina dalam kasus ini.

Baca Juga: Bos Pertamina Kena 'Damprat' Anggota DPR Gegara BBM Oplosan

“Saya juga kaget-kaget karena ini, 'kan, subholding, ya. ‘Kan saya enggak bisa sampai ke operasional. Saya cuma sampai memeriksa. Kami itu hanya memonitoring dari RKAP (rencana kerja dan anggaran perusahaan). Itu, ‘kan, untung-rugi untung- rugi. Kebetulan kinerja Pertamina bagus terus selama saya di sana. Jadi, kami enggak tahu ternyata di bawah ada apa,” terangnya.

Ahok mengatakan bahwa dirinya telah menyampaikan informasi yang ia miliki dalam pemeriksaan hari ini. Ia juga telah memberikan catatan hasil rapat internal Pertamina kepada penyidik.

Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memberi pernyataan pada awak media usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memberi pernyataan pada awak media usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

BBM Oplosan Pertamina

Sebelumnya Kejagung telah mengungkapkan modus BBM oplosan atau blending yang digunakan para tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023.

“Hasil penyidikan adalah RON 90 atau yang di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 di-blending dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar pada 27 Februari lalu.

Dalam pengungkapan awal pada Senin (24/2), Qohar mengatakan, bahwa para tersangka sengaja menurunkan produksi kilang dan produksi minyak mentah dalam negeri KKKS ditolak.

Guna memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka PT Kilang Pertamina Internasional mengimpor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang. Harga pembelian impor tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri.

Kemudian, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92. Padahal, sebenarnya hanya membeli RON 90 atau yang lebih rendah.

RON 90 tersebut kemudian di-blending di storage atau depo untuk dijadikan RON 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.

Kemudian, dalam pengungkapan dua tersangka baru pada Rabu (26/2), yaitu Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, diungkap modus yang sama mengenai blending tersebut.

Qohar mengatakan, kedua tersangka itu dengan persetujuan tersangka Riva Siahaan, melakukan pembelian RON 90 atau yang lebih rendah dengan harga RON 92 sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.

Kemudian tersangka Maya Kusmaya memerintahkan atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) agar dapat menghasilkan RON 92.

Proses blending tersebut, kata dia, dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan milik Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Lalu, BBM hasil blending tersebut dijual seharga BBM RON 92.

9 Tersangka Megakorupsi Pertamina

Diketahui, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 193,7 triliun yang bersumber dari lima komponen.

Lima komponen itu adalah kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI