Suara.com - Nissan, salah satu raksasa otomotif asal Jepang, tengah mengalami masa paling sulit dalam sejarahnya.
Setelah serangkaian masalah keuangan yang terus menghantam bisnis mereka, Nissan kini bersiap untuk mem-PHK 20.000 karyawan di seluruh dunia, menurut laporan terbaru dari Kyodo News.
Angka ini lebih besar dari dua kali lipat dari yang diumumkan tahun lalu. Langkah ini menjadi sinyal jelas bahwa perusahaan harus melakukan tindakan drastis untuk bertahan, di tengah penurunan penjualan dan kebijakan tarif yang memperburuk keadaan.
Krisis ini semakin diperparah dengan rencana Nissan untuk menutup salah satu pabriknya di Jepang, sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan kapasitas produksi yang terus mengalami penurunan.
Dengan penutupan pabrik di Thailand dan dua fasilitas lainnya yang juga direncanakan, Nissan seolah berjuang keras untuk bertahan dalam situasi yang semakin sulit.
Badai PHK: 15 Persen dari Total Karyawan Nissan Terkena Dampak

Keputusan untuk memangkas 20.000 tenaga kerja ini mencakup 15 persen dari total karyawan Nissan, langkah yang lebih radikal dibandingkan pengumuman sebelumnya yang hanya berencana memangkas 9.000 pekerja.
Selain PHK massal, Nissan juga mengumumkan akan mengurangi jumlah pabrik kendaraan dari 17 menjadi 10 pada tahun fiskal 2027, sebagai bagian dari langkah restrukturisasi besar-besaran yang bertujuan untuk menyelamatkan perusahaan dari kehancuran lebih lanjut.
Tarif AS dan Kejatuhan Keuangan Nissan
Baca Juga: Pabrik BYD Baru Bisa Beroperasi Penuh Akhir 2026 Usai Tersandung Masalah Ketenagakerjaan
Salah satu penyebab utama kehancuran finansial Nissan adalah kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS, yang berdampak langsung pada bisnis mereka di pasar Amerika Serikat.