Suara.com - Keputusan mengejutkan datang dari pemerintah terkait masa depan industri otomotif Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa pada tahun 2026 pemerintah tidak menyiapkan insentif baru untuk sektor otomotif.
Padahal, sejumlah pelaku industri sejak awal telah menaruh harapan besar agar kebijakan fiskal baru kembali diberikan guna mendorong penjualan, terutama di tengah tren penurunan pasar.
Pernyataan Airlangga ini seolah menjadi sinyal bahwa berbagai usulan insentif yang berkembang selama beberapa bulan terakhir belum mengarah pada keputusan final. Bahkan, bisa dibilang batal bergulir.
Pemerintah menilai bahwa industri otomotif Indonesia masih memiliki performa yang cukup kuat sehingga tidak memerlukan dukungan fiskal tambahan untuk tahun depan.
Salah satu indikatornya adalah tingginya antusiasme masyarakat dalam sejumlah pameran otomotif besar, termasuk Gaikindo Jakarta Auto Week (GJAW) 2025 yang digelar di ICE BSD.
Dari sudut pandang pemerintah, dinamika ini menunjukkan bahwa industri otomotif belum membutuhkan rangsangan baru untuk memperkuat permintaan.
Namun, pernyataan tersebut tidak sejalan dengan pandangan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Kemenperin justru sedang menyusun detail usulan insentif baru untuk otomotif, mengingat peran strategis sektor ini dalam struktur manufaktur nasional.
![Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. [Suara.com/Hiskia]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/11/19/75472-airlangga-hartarto.jpg)
Industri otomotif dikenal memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian, mulai dari menciptakan lapangan kerja hingga mendukung rantai pasok komponen lokal.
Salah satu isu utama yang mendorong isu ini adalah ketimpangan antara insentif kendaraan hybrid (HEV) dan kendaraan listrik berbasis baterai (BEV).
Baca Juga: 4 Mobil Sekelas Mini Cooper Mulai Rp100 Jutaan: Gaya Sultan, Harga Teman
HEV saat ini hanya mendapat diskon PPnBM sebesar 3 persen, itu pun berakhir pada akhir 2025. BEV, terutama yang diproduksi lokal dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tinggi, menikmati berbagai insentif seperti:
- PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10 persen
- PPnBM 0 persen
- Bebas PKB dan BBNKB
- Pajak hanya 2 persen
Tidak hanya itu, BEV impor dalam skema tes pasar juga mendapat potongan bea masuk hingga 50 persen, sehingga pajaknya hanya 12 persen dari seharusnya 77 persen, insentif yang juga akan berakhir di 2025.
Ketimpangan ini membuat HEV dan mobil bermesin pembakaran internal (ICE) berada di posisi yang kurang kompetitif, padahal kedua segmen tersebut masih mendominasi penjualan domestik.
Penjualan mobil nasional sendiri mencatat penurunan 10,6 persen per Oktober 2025, sehingga banyak pihak menilai dukungan pemerintah tetap diperlukan.
Respons Pelaku Industri

Meski pemerintah menegaskan tidak ada insentif otomotif pada 2026, pelaku industri mencoba tetap optimistis. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyampaikan keyakinannya bahwa pemerintah akan mencari solusi terbaik agar industri tidak mengalami penurunan signifikan.