Indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang itu paling banyak terjadi di Pulau Jawa. Contohnya, alih fungsi ruang dari lahan persawahan menjadi pemukiman atau pembangunan di kawasan lindung setempat seperti di sempadan pantai, sungai, dan danau.
“Sanksi yang diberikan kepada setiap orang/badan yang melanggar rencana tata ruang dapat berupa sanksi administratif maupun pidana," ungkap Andi.
Sanksi administratif merupakan sanksi yang diberikan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah terhadap setiap orang/badan yang melakukan pelanggaran administratif di bidang penataan ruang sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Bentuk sanksinya sendiri dapat berupa pembongkaran, penghentian sementara kegiatan, perintah pemulihan alih fungsi ruang, hingga denda.
Sanksi pidana itu, ungkap Andi, diberikan kepada setiap orang/badan yang melakukan tindak pidana di bidang penataan ruang setelah melalui serangkaian proses pengawasan, pengamatan, pemeriksaan, penelitian, penyidikan, hingga peradilan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia melanjutkan, proses penyidikan terhadap tindak pidana tersebut dilakukan oleh PPNS Penataan ruang yang kedudukannya tersebar di tingkat pusat dan daerah dengan jumlah lebih dari 800 orang. Namun, PPNS Penataan Pusat Daerah tidak memiliki hubungan subordinat dengan kementerian pusat karena merupakan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bertanggung jawab terhadap pimpinan daerahnya masing-masing.
Meskipun demikian, selain melakukan pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang, Kementerian Pusat tetap bertanggung jawab untuk melaksanakan pengaturan, pengawasan, serta pembinaan terhadap seluruh PPNS Penataan Ruang, baik yang berkedudukan di pusat maupun di daerah.
“Untuk mendukung kinerja PPNS di daerah, Direktorat Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang telah membentuk sekretariat PPNS Penataan Ruang di daerah yang saat ini sudah terbentuk di 17 Provinsi pada Kanwil BPN,” jelas Andi.
lebih lanjut ia menuturkan bahwa Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang juga menangani isu terkait sengketa dan konflik di bidang penataan ruang. Isu ini merupakan penyumbang konflik paling besar di Indonesia. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelesaian sengketa dilakukan baik sengketa antardaerah, maupun antar pemangku kepentingan lain secara bermartabat.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Seluruh Bidang Tanah RI Sudah Terdaftar pada 2025
Undang-undang yang sama juga mengamanatkan agar penyelesaian sengketa dapat mengedepankan proses penyelesaian melalui musyawarah mufakat. Dalam hal ini, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan dapat mendukung upaya penyelesaian sengketa dan konflik di bidang penataan ruang ini sebagai fasilitator dan/atau mediator untuk mencegah munculnya konflik yang lebih luas.”