“Ini menjadi konsen kami. Ini sepertinya merupakan startegi marketing atau strategi perang yang memang kurang etis. Seharusnya, strategi marketingnya tidak perlu menjelekkan produk lain,” ujar Kasubid Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah, KLHK, Ujang Solihin Sidik dalam Webinar Bimbingan Teknis Penerapan Ekolabel Produk untuk Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Sirkuler EKonomi yang diselenggarakan KLHK, Kamis (21/10/2021).
Dalam acara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, mengungkapkan, volume AMDK, 70 persennya berasal dari galon guna ulang. Menurutnya, setiap tahun, galon guna ulang mampu menghemat penggunaan plastik. Dia mengasumsikan volume AMDK yang diwadahi galon guna ulang selama setahun pada 2020, mencapai 20 miliar liter.
“Berat satu galon guna ulang kosong sekitar 0,770 g, kalau dikalikan 1 miliar galon berarti kita perlu 770 ribu ton plastik setiap tahun. Itu setara dengan 38.500 kontainer, kalau diasumsikan 1 kontainer memuat 20 ton. Jumlah plastik ini setara dengan sekitar 40 miliar botol plastik kecil AMDK, tapi itu tidak terjadi dengan kita yang menggunakan kemasan galon guna ulang,” tuturnya.
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, bahkan menyayangkan masih adanya produsen AMDK yang mengeluarkan produk-produk baru kemasan sekali pakai ini di masyarakat. Menurutnya, produsen seperti ini sama sekali tidak mendukung pengurangan sampah plastik di Indonesia.
Ia khawatir, jika masyarakan beralih dan menjadi terbiasa dengan kemasan sekali pakai, yang mana guna ulang yang ramah lingkungan malah ditinggalkan.
“Saya membayangkan, betapa tingginya potensi sampah di Indonesia. Belum ada produk baru AMDK sekali pakai ini saja kita sudah menghasilkan sampah yang tinggi, utamanya masyarakat Jakarta, yang sudah mulai bermunculan berita bahwa TPA kita sudah mulai overload. Demikian juga dengan kota-kota lain. Apalagi ditambah sampah dari produk-produk baru si produsen itu,” kata Atha.