Menurut Ketua Lajnah Bahtsul Masail PBNU ini, ada beberapa alasan pemerintah Indonesia tidak memfasilitasi Tarwiyah dan menyarankan jemaah untuk istirahat sebagai persiapan menuju Arafah.
Selain karena bukan bagian dari rukun, syarat sah, maupun wajib haji, kondisi saat ini juga sangat berbeda dengan haji pada masa nabi.
“Pada masa Nabi, jumlah yang berhaji tidak sebanyak sekarang. Kalau saat ini berbeda. Potensi keramaian sangat besar. Potensi yang berkaitan dengan keselamatan jiwa juga lebih besar. Oleh karena itu, jemaah lebih baik memfokuskan pada menjaga stamina demi hal-hal yang rukun dan wajib,” terang Kiai Mahbub.
Saat ini, menurutnya, yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah tepat, yaitu lebih memprioritaskan hal yang wajib dan rukun.
“Yang lain, dipersilahkan mengerjakan, namun tetap memperhatikan stamina untuk puncak haji, yaitu Armuzna,” lanjutnya.
Kiai Mahbub kemudian mengingatkan, jangan sampai terlalu fokus pada yang sunnah, sampai-sampai kehabisan energi dan stamina lalu tidak bisa melakukan yang wajib.
“La yutraku al-wajib li sunnatin, jangan sampai kehilangan hal yang wajib karena mengerjakan sunnah,” tuturnya menyitir sebuah kaedah fikih.