Sementara Facebook pada pekan ini mengumumkan akan membuka blokir atas media-media Australia dan bersedia bekerja sama.
Perubahan kebijakan Facebook ini karena pemerintah Australia sudah sepakat untuk mengubah beberapa bagian dalam undang-undang barunya itu.
Indonesia tirulah Australia
Perkembangan di Australia ini diamati dengan seksama oleh pihak terkait di Indonesia. Di sela peringatana Hari Pers Nasional pada awal bulan ini, Presiden Joko Widodo memerintahkan bawahannya untuk menyusun regulasi soal Publisher Rights.
Regulasi ini, kata Jokowi, untuk menjamin perusahaan media sebagai publisher, selain para raksasa internet sebagai distributor, memperoleh manfaat ekonomi dari konten-konten mereka.
"Saya akan perintahkan kepada menteri-menteri terkait dengan rancangan regulasi yang melindungi publisher agar manfaat ekonomi bisa dinikmati secara berimbang antara media konvensional dengan over the top yaitu layanan melalui internet," kata Jokowi pada 9 Februari lalu.
Sementara Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut kepada Suara.com mengatakan bahwa strategi Australia patut ditirut oleh Indonesia.
"Dalam kondisi market sekarang, rasanya perusahaan media tidak bisa bertempur sendiri tanpa keberpihakan pemerintah dan regulasi," kata Wens, mengacu pada timpangnya relasi antara perusahaan media dengan platform internet di Indonesia.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mengutarakan pendapat yang sama. Pemerintah harus hadir untuk memaksa raksasa internet bernegosiasi dengan perusahaan media di Indonesia.
"Itu pola yang bisa diadopsi di Indonesia. Artinya media difasilitasi oleh pemerintah untuk bernegosiasi dengan perusahaan raksasa teknologi, seperti Facebook dan Google," kata Ketua AJI Abdul Manan.
Baca Juga: Facebook Sepakat Bayar Rp 14 Triliun ke Perusahaan Media Australia
Sayang, sampai berita ini ditayangkan, baik Facebook maupun Google belum memberikan tanggapan atas desakan di Indonesia ini.