Di sisi lain, ada pendapat bahwa matematika adalah ciptaan manusia yang dirancang untuk menggambarkan dunia fisik dengan lebih baik. Aliran pemikiran ini menolak Platonisme dan berpendapat bahwa matematika adalah hasil abstraksi manusia terhadap fenomena yang diamati.
Pada awalnya, manusia menggunakan bilangan untuk menghitung benda-benda di sekitar mereka. Kemudian, konsep-konsep baru seperti bilangan negatif, bilangan rasional, hingga bilangan kompleks ditemukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya:
- Bilangan Negatif: Digunakan untuk menggambarkan suhu di bawah nol, seperti -10°C.
- Bilangan Kompleks: Dikembangkan untuk menyelesaikan perhitungan dalam bidang teknik dan fisika.
Dalam pandangan ini, matematika tidak ada secara independen, melainkan lahir dari pemikiran manusia. Jika alam semesta lenyap, maka matematika juga akan lenyap, seperti halnya konsep-konsep lain seperti demokrasi atau permainan catur.
Perdebatan tentang asal-usul matematika, apakah diciptakan atau ditemukan, mungkin tidak akan pernah berakhir. Selama lebih dari 2.300 tahun, pertanyaan ini telah memancing diskusi tanpa jawaban yang pasti. Namun, satu hal yang jelas: matematika terus menjadi alat penting yang membantu manusia memahami alam semesta.
Entah kita memandang matematika sebagai "penemuan" atau "ciptaan," kebenarannya tetap bahwa matematika adalah bahasa universal yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Melalui matematika, kita dapat menjembatani misteri alam semesta dan menemukan solusi untuk tantangan di dunia nyata. Matematika, tanpa peduli asal-usulnya, akan selalu menjadi sahabat setia manusia dalam memahami dunia.
Kontributor : Pasha Aiga Wilkins