Sementara itu, Narenda Wicaksono dari Dicoding menekankan perlunya keterlibatan industri dalam menyusun kurikulum yang relevan.
“Setelah tahu dan bisa, harus ada keinginan juga dalam menjadi bagian dari perkembangan teknologi ini,” tuturnya.
Diena Haryana dari SEJIWA Foundation menambahkan bahwa anak-anak harus diperkuat keterampilan fisik, sosial, dan spiritualnya sebelum dikenalkan pada AI.
Ia menegaskan, “AI tidak boleh menggantikan masa bermain dan eksplorasi anak. Teknologi bisa menjadi alat bantu tanpa harus mengganggu proses tumbuh kembang anak.”
Guru-guru harus diberdayakan dan teknologi digunakan sebagai alat bantu, bukan tujuan akhir pendidikan.
Sedangkan dari sisi STEI ITB, menegaskan komitmennya untuk tidak hanya mengembangkan teknologi, tetapi juga nilai dan prinsip yang menopang penggunaannya.
Dengan menjadikan manusia sebagai pusat dan tujuan dari inovasi, Indonesia diharapkan mampu menavigasi transformasi digital secara berdaulat, bermartabat, dan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan.