Suara.com - Sebagai upaya mendorong pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI) yang etis, inklusif, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) menggelar webinar nasional bertajuk “Humanizing Artificial Intelligence”.
Diselenggarakan pada 31 Mei 2025 secara daring, acara ini menjadi seminar publik lintas sektor mengulas terkait isu-isu penting sebagai landasan peta jalan AI Indonesia yang berpijak pada nilai-nilai Pancasila.
Webinar ini dibuka oleh Dekan STEI ITB, Tutun Juhana, yang menekankan bahwa pengembangan AI seharusnya tidak terjebak pada semangat efisiensi semata.
“Kita harus membumikan AI sesuai dengan falsafah bangsa kita yakni berdasarkan nilai Pancasila, ” ujarnya dalam keterangan resminya pada Senin 2 Juni 2025.
Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi memastikan bahwa AI tidak menjadi ancaman terhadap martabat manusia, tetapi sebaliknya, memperkuat harkat kemanusiaan.
Ardi Sutedja, Ketua Indonesia Cybersecurity Forum (ICSF), menggarisbawahi perlunya pendekatan berbasis risiko agar transformasi digital tidak menjadikan Indonesia sekadar pasar teknologi asing.
Ia menekankan pentingnya tata kelola dan kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan AI.
"Ini bukan kerja satu pihak, tapi kolaborasi multipihak dari berbagai disiplin keilmuan,” ujarnya.
Ajar Edi, SVP Government Affairs PT Indosat Tbk., menyampaikan urgensi membangun sovereign AI sebagai cara agar Indonesia tidak hanya jadi konsumen, tapi juga produsen teknologi.
Baca Juga: Makin Canggih, Sahabat-AI 70 Miliar Parameter Bisa Chat Bahasa Jawa
Ia menyatakan bahwa hilirisasi dan kedaulatan data adalah kunci.
“Ketika AI factory ada di Indonesia, maka seluruh datanya akan diolah di Indonesia,” jelasnya.
Hal ini dinilai penting agar solusi AI relevan dengan konteks lokal serta berdampak ekonomi jangka panjang.
Dari industri global, Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia, memaparkan tren penggunaan agentic AI di dunia kerja berdasarkan riset Microsoft terhadap 31.000 responden global.
Ia menekankan bahwa kendali manusia tetap krusial meskipun AI semakin otonom.
“Bagaimana kita empower pengguna untuk mengerti risiko dan mampu memastikan bahwa AI dapat dikontrol sedemikian rupa,” ujarnya, seraya menyebut literasi AI, pemikiran inovatif, dan adaptabilitas sebagai kemampuan kunci masa depan.