Suara.com - Panggung perayaan HUT ke-79 Bhayangkara mendadak berubah menjadi etalase teknologi masa depan. Lebih dari 20 robot dengan beragam rupa—dari humanoid, anjing mekanis (I-K9), hingga tank mini—dipamerkan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Namun, di balik klaim modernisasi ini, muncul pertanyaan fundamental dari publik dan para pegiat hukum: apakah ini yang benar-benar dibutuhkan Indonesia saat ini? Di samping spesifikasinya, harga robot polisi yang viral itu juga bikin publik makin bertanya apakah langkah kepolisian tepat dan esensial.
Melansir berbagai sumber, jika merujuk perusahaan robotik di luar negeri, Unitree, satu robot humanoid dibanderol paling murah senilai USD 16.000 dan USD 90.000 untuk harga tertinggi. Dengan demikian, satu robot punya valuasi sebesar lebih dari Rp250 juta—memakai kurs terkini dan asumsi harga maksimal humanoid Polri sekitar USD 16.000.
Merujuk hitung-hitungan itu, satu robot humanoid harganya lebih tinggi daripada nilai pagu paket untuk biaya reparasi dan perawatan mobil Brimob di Polda Bengkulu (Rp200 juta) serta perawatan gedung Rumah Sakit Bhayangkara di Blora, Jawa Tengah (Rp89 juta).
Sedangkan harga satu robot anjing, dengan mengikuti standar perusahaan yang membuatnya, Deep Robotics, ditetapkan nyaris Rp3 miliar untuk model basic-nya.
Menanggapi pembelian mobil itu, kritik pedas dilayangkan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). Ketua PBHI, Julius Ibrani. Menurutnya, Polri seharusnya fokus pada masalah fundamental yang paling dirasakan masyarakat, bukan mengejar kemewahan teknologi. "Tindakan yang sering dilakukan kepolisian ini adalah undo delay. Laporan masyarakat tidak direspons atau dicuekin sama polisi," ujarnya.
Julius menegaskan, untuk mengatasi lambatnya respons aduan masyarakat, yang dibutuhkan bukanlah robot. Jika Polri ingin serius berbenah dengan teknologi, seharusnya fokus dialihkan untuk memberantas kejahatan digital yang meresahkan. "Dugaan tindak pidana kejahatan digital seperti judi online, penipuan lewat email maupun aplikasi, sampai investasi bodong. Kalau mau [menyelesaikan masalah] lewat digital dan teknologi, itu yang diperlukan," tuturnya.
Pandangan ini diperkuat oleh rekor buruk Polri dalam isu kekerasan. Data KontraS menunjukkan Polri menjadi aktor di balik 602 peristiwa kekerasan sepanjang 2025, dengan 42 korban meninggal dunia. Komnas HAM pada 2024 juga menempatkan kepolisian sebagai lembaga yang paling sering dilaporkan terkait pelanggaran HAM.
Menghadapi kritik ini, Polri berdalih bahwa kehadiran robot bukan untuk menggantikan peran manusia, melainkan sebagai mitra strategis untuk mengurangi risiko di lapangan. Robot humanoid akan digunakan untuk pemindaian wajah dan pemantauan lalu lintas, sementara robot anjing I-K9 untuk mendeteksi bahan berbahaya dan misi penyelamatan.
"Robot-robot ini, di masa depan, akan menjadi mitra strategis personel Polri. Mereka dirancang untuk mengambil peran di lokasi berisiko tinggi guna mengurangi paparan bahaya terhadap manusia, sekaligus meningkatkan akurasi operasi," kata Inspektur Pengawasan Umum Polri, Komjen Dedi Prasetyo.
Baca Juga: Prabowo Apresiasi Kapolri: Bantu Produksi Pangan hingga Terjun Beri Makan Bergizi
Namun, Dedi mengakui bahwa proyek ini masih berada di tahap yang sangat awal. "Kami mengakui bahwa teknologi ini masih dalam tahap pengembangan awal dan akan terus belajar dari praktik terbaik negara-negara maju," ujar dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Sari Teknologi, Yohanes Kurnia Widjaja menyanggah anggapan pembentukan unit robot polisi merupakan pemborosan anggaran. Selaku operator yang bekerja sama dengan Polri untuk unit canggih tersebut, Yohanes menyebut kepolisian tak mengeluarkan anggaran sepeserpun. Sebab, kerja sama polisi dengan Sari Teknologi bukanlah urusan bisnis.
Yohanes menyebut pihaknya secara sukarela membentuk unit polisi robot untuk tujuan riset. "Apa-apa bilang katanya pemborosan anggaran. Polri tidak memboroskan anggaran. Kualitasnya ini barang-barang kami, bukan barang-barangnya Polri," ujar Yohanes di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni