Kuota Hangus Sebabkan Kerugian Rp 63 Triliun, Masyarakat Bisa Gugat Telkomsel dkk

Dicky Prastya Suara.Com
Rabu, 09 Juli 2025 | 22:11 WIB
Kuota Hangus Sebabkan Kerugian Rp 63 Triliun, Masyarakat Bisa Gugat Telkomsel dkk
Ilustrasi Telkomsel. [Foto: Telkomsel]

Suara.com - Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus mengatakan kalau kasus kuota hangus Telkomsel dkk yang dikeluhkan anggota DPR beberapa hari belakangan menyebabkan kerugian hingga Rp 63 triliun per tahun.

"Kuota kerugian Rp 63 triliun, rata-rata per tahun. Asumsi dasar dengan hitungan nomor yang aktif selama per tahun," ungkapnya kepada Suara.com, Rabu (9/7/2025).

Iskandar mengungkapkan kalau kerugian itu dihitung berdasarkan perkiraan dari nomor aktif per tahun serta harga kuota internet mulai dari per hari maupun bulan.

Per tahun 2020, ia mengatakan kalau jumlah nomor telepon aktif di Indonesia mencapai 355 juta nomor, tepatnya 355.620.388. Sedangkan paket data harian dan mingguan memiliki kisaran harga sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu.

Paket internet harian dibanderol dari harga Rp 27.000 sampai 10 GB di harga Rp 47.000 untuk tiga hari masa berlaku. Kisaran per hari Rp 1.233. Sementara paket internet bulanan harga lebih tinggi yakni dari Rp 58.000 sampai Rp 97.000 dengan kisaran per bulan Rp 77.500.

Iskandar bercerita kalau temuan ini sebenarnya sudah dilaporkan sejak lama ke Mabes Polri tahun 2022 lalu. Kala itu dirinya berdalih kalau sebenarnya beberapa operator masih menerapkan kuota rollover, alias sisa kuota dilanjutkan ke pembelian baru.

Namun semakin ke sini, Iskandar menemukan kalau para operator justru seolah sepakat menghilangkan kuota sisa internet.

Alasan kedua, Iskandar menyebut kalau ada perusahaan di negara Eropa Timur yang memperjualbelikan kuota hangus ke pelanggan.

"Kan enggak mungkin mereka bisa dagang itu kalau enggak dari provider (penyedia layanan atau operator seluler: red)," timpal dia.

Baca Juga: Kasus Kuota Hangus Telkomsel Diadukan ke Menteri BUMN, Didesak Segera Evaluasi

Iskandar juga menanggapi soal klarifikasi Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia, Marwan O Baasir yang mengatakan kalau kuota hangus sesuai regulasi Indonesia.

Ia mengakui kalau tidak ada regulasi yang mengatur soal kuota hangus. Namun hal itu lebih menyangkut etika bisnis karena merugikan konsumen.

"Katakan itu enggak ada. Katakan negara sama bejat moralnya, masa kita ikutan? Jangan dong, misalkan itu dalilnya tidak ada peraturan misalnya. Tapi itu merugikan konsumen anda," tuturnya.

"Kenapa tidak ada solusi? Moralnya di mana? Kami hanya meminta secara moral bahwa Rp 253 triliun itu belanja kuota Indonesia," sambung dia lagi.

Berangkat dari sana, Iskandar berencana kalau IAW akan mendatangi Bursa Efek Indonesia untuk meminta data apakah para operator seluler memasukkan kuota hangus ke dalam laporan kinerja performa atau tidak.

"Kami pengin mendorong supaya lebih fair, bukannya ketus, bukan ada personal. Sebaiknya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adakan saja audit tematik khusus terhadap seluruh provider yang menyelenggarakan penjualan kuota internet," saran dia.

Saat ditanya apakah pelanggan bisa menggugat para operator seluler soal kuota hangus, Iskandar mengaku kalau itu bisa dilakukan. Namun itu harus melibatkan banyak elemen masyarakat.

"Bisa sebenarnya (class action), ini berbagi tugas. Mungkin NGO lain bisa mengambil langkah itu. Kebetulan saja kami mengungkapnya lebih dulu, lebih detail dengan kajian perspektif kami," ucapnya.

"Selain keterlibatan negara dari BPK, dan pemangku kepentingan, ada baiknya elemen masyarakat lain melakukan perannya di bidang mereka. Semoga," harap dia.

Klarifikasi ATSI soal kerugian kuota hangus

Sebelumnya Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) membongkar fakta yang mengatakan dugaan kerugian sebesar Rp 63 triliun akibat dari kuota internet hangus.

Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, melalui pernyataan tertulisnya menyatakan bahwa ATSI dan seluruh anggotanya selalu berkomitmen pada prinsip tata kelola yang baik dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

"Penetapan harga, kuota, dan masa aktif layanan prabayar telah sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu Pasal 74 Ayat 2 PM Kominfo No. 5 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan," jelasnya melalui keterangan resminya pada Jumat 13 Juni 2025.

Dia menambahkan bahwa hal ini juga sejalan dengan ketentuan Bank Indonesia atau BI dan Kementerian Keuangan atau Kemenkeu.

"(Di mana) yang menegaskan bahwa pulsa bukan merupakan alat pembayaran sah maupun uang elektronik, sehingga juga sudah dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebagaimana barang konsumsi lainnya," jelas Marwan O. Baasir.

Menurutnya, pemberlakuan masa aktif merupakan praktik wajar dalam industri telekomunikasi.

"Kuota internet bergantung pada lisensi spektrum yang diberikan pemerintah dalam jangka waktu tertentu, bukan volume pemakaian. Hal ini berbeda dengan listrik atau kartu tol," ungkap pria lulusan Universitas Gajah Mada itu.

Selain itu, Marwan O. Baasir mengungkapkan bahwa penerapan masa aktif juga umum diberlakukan di berbagai sektor, sebut saja mulai dari tiket transportasi, voucher, dan keanggotaan klub.

"Operator global seperti Kogan Mobile (milik Australia) dan CelcomDigi (milik Malaysia) pun menerapkan kebijakan serupa, yakni kuota hangus jika tak digunakan dalam masa berlaku," terangnya.

"Transparansi adalah prinsip Utama," tegas dia lagi.

Marwan O. Baasir menjelaskan bahwa operator anggota ATSI selalu menyampaikan informasi masa aktif, kuota, dan hak pelanggan secara terbuka, dilakukan melalui situs resmi dan saat pembelian paket.

"Setiap pilihan paket data yang ditawarkan atau disediakan kepada pelanggan sudah disertai dengan syarat dan ketentuan mengenai besaran kuota data, harga dan masa aktif penggunaan atas paket data yang dibeli  atau sudah expired date tersebut," beber mantan pejabat XL Axiata itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI