“Menariknya, pendekatan ini tidak memerlukan tambahan bahan kimia sintetis. Bio-slurry dipakai dalam bentuk alaminya, sehingga tidak menimbulkan pencemaran sekunder,” jelas Ambar.
Tantangan dan Langkah Selanjutnya
Meski punya potensi besar, produksi biomassa mikroalga oleh petani di Indonesia masih belum umum.
Saat ini, baru sebatas inisiatif kecil oleh akademisi, startup bioteknologi, atau proyek pemberdayaan masyarakat.
Ambar menyebut, kendala utamanya adalah minimnya pengetahuan teknis di kalangan petani serta akses pasar yang masih terbatas.
Sebagai langkah lanjutan, tim peneliti kini tengah mendalami riset untuk menemukan komposisi bio-slurry paling optimal. Fokusnya ada pada rasio karbon dan nitrogen yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.
Penelitian ini menjadi bukti, bahwa pengelolaan limbah bukan hanya soal mengurangi sampah, tapi juga membuka jalan menuju inovasi, nilai tambah ekonomi, dan lingkungan yang lebih lestari.
Dari yang tadinya hanya limbah, kini berubah menjadi “harta karun” hijau yang menjanjikan masa depan lebih baik.
Baca Juga: Kisruh Ijazah Jokowi: Mantan Rektor Tarik Ucapan, Dokter Tifa Sebut 'Kebenaran Sudah Dikumandangkan'