Buruh Khawatirkan Masuknya Pekerja Asing

Ardi Mandiri Suara.Com
Senin, 07 September 2015 | 05:21 WIB
Buruh Khawatirkan Masuknya Pekerja Asing
Unjuk Rasa Buruh
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Serikat Buruh wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengkhawatirkan masuknya tenaga kerja asing di wilayah tersebut karena akan menutup peluang kerja masyarakat lokal.

"Mungkin sekarang pekerja asing yang bekerja di Bogor belum ada, tapi bisa jadi nanti semua wilayah Indonesia termasuk Bogor juga akan ada. Khawatir pasti ada karena akan mengurangi kesempatan kerja pekerja lokal Bogor," kata Ketua Konsulat cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten/Kota Bogor Willa Faradian kepada Antara, saat dihubungi di Bogor, Minggu (6/9/2015).

Dijelaskannya, masuknya pekerja asing karena satu paket dengan investasi yang dilakukan Tiongkok di tanah air, dan pemerintah berlindung di kebijakan Indonesia ikut dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dicanangkan oleh pemerintah terdahulu.

"Kekhawatiran utama kita pada MEA. Karena pekerja akan bebas keluar masuk ke berbagai negara anggota ASEAN," katanya.

Menurut Willa, MEA merupakan hasil kebijakan turunan yang tidak terelakkan dari konsep perdagangan bebas kapitalis, yang terformula. Dengan begitu, dapat dilihat, bahwa substansi permasalahan bukan pada keluar masuknya pekerja asing, tetapi pada konsep ekonomi perdagangan bebas kapitalis tersebut.

Dikatakannya, MEA adalah institusi bisnis besar terintegrasi akan digunakan mengeruk keuntungan besar dalam skala regional dengan melibatkan negara-negara anggota ASEAN sebagai administratornya.

"Lebih lanjut, mereka akan dapat dengan mudah untuk membuat kebijakan perburuhan dalam skala regional, yang berujung pada penindasan masif kelas pekerja," kata Willa.

Willa menilai, konsep perdagangan bebas tersebut akan menindas kelas pekerja di seluruh negara-negara anggota ASEAn dengan penindasan yang tidak tanggung-tanggung untuk menciptakan laba besar dan akan membuat kebijakan buruh murah di seluruh kawasan, dan untuk mendapatkan pasar atas produknya, langsung maupun tidak langsung.

"MEA akan menggunakan buruh sebagai konsumen terbesarnya (di tingkat regional) karena hanya produk MEA yang bebas keluar masuk kawasan. Artinya MEA tidak hanya menyengsarakan buruh Indonesia, tetapi juga para buruh di seluruh negara-negara anggota ASEAN," katanya.

Dikatakannya, perdagangan bebas yang digagas melalui MEA akan membuka pasar komoditas tenaga kerja secara besar-besaran seperti halnya produk komoditas lain yang akan mengalir bebas. Begitu juga buruh sebagai komoditas yang diperjualbelikan akan mengalir bebas.

"Buruh dari satu negeri akan dipertentangkan dan dibenturkan dengan buruh dari negara lain. Untuk berlomba-lomba siapa yang bisa menjual tenaga kerjanya untuk upah yang paling rendah. Inilah esensi dari pedagangan bebas bagi buruh," katanya.

Willa mengatakan, Serikat Pekerja Buruh di Bogor menilai baik investasi Tiongkok yang masuk ke Indonesia maupun MEA yang akan berlaku 2016 mendatang, nantinya pasti akan merugikan buruh bukan hanya buruh dalam negeri saja tetapi semuah buruh asing.

"Dalam konsep MEA tersebut pasti dirugikan karena akan dipaksa adu murah gaji," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, sikap buruh saat ini selain menolak pekerja asing yang masuk dalam paket investasi Tiongkok, juga menolak diberlakukannya MEA 2016.

Penolakan ini bukan karena buruh Indonesia tidak mampu bersaing dengan pekerja asing. Tetapi, melihat kondisi para pekerja saat ini belum memihak pada kesejahteraan, sehingga ada kekhawatiran masuknya pekerja asing akan mengurangi peluang tenaga kerja lokal, dan berlakunya MEA akan dipaksa adu murah gaji.

Saat ini, kata dia, kondisi para pekerja di Indonesia khususnya Bogor, masih menggunakan sistem kerja kontrak atau PWAT seumur hidup atau sewaktu-waktu bisa di PHK. Yang artinya tidak ada kesempatan jadi karyawan tetap.

Selain itu, hampir semua perusahaan menerapkan UMK kepada semua buruhnya. Padahal, UMK hanya untuk pekerja yang mulai bekerja dari nol sampai satu tahun lama kerja. Sebagai perbandingan saja, Indonesia biaya makan buruh lajang sama dengan setengah dari UMK. Dan di Jepang biaya makan sama dengan seperempat dari dari UMK.

"Kalau melihat itu, artinya UMK Indonesia adalah empat kali biaya makan buruh lajang dalam sebulan atau sama dengan Rp1,5 juta dikali empat sama dengan Rp6 juta," katanya.

Willa menambahkan, saat ini jumlah pekerja yang terdaftar di serikat pekerja FSPMI berkisar 120 ribu baik yang berfederasi maupun yang belum, atau yang berserikat non federasi. Dengan total perusahaan yang ada sekitar 1.800 an pabrik. Total ada sekitar 18 serikat atau federasi buruh yang tergabung dalam FSPMI.

"Jika MEA tetap dijalankan maka persatuan buruh tidak bisa dibatasi sekat daerah atau negara saja tapi gerakan melawan adu domba upah murah ini yang harus dilakukan oleh semua pekerja di zona ASEAN artinya misi visi buruh di zona ASEAN harus sama dan bergerak bersama melawan upah murah," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI