Lelaki yang lahir tahun 1964 ini menceritakan, ia datang ke Aceh dari kampung halamannya sejak 1999 silam. Sebelum gempa dan tsunami melanda Aceh, Desember 2004 silam, ia bersama istrinya, Lili, tinggal di Lorong Kuini, Desa Ujung Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat.
Pascabencana tersebut, Lek Rohim menjadi salah seorang penerima rumah bantuan dari Yayasan Cinta Kasih Tzu Chi di Gampong Peunaga Paya atau saat ini Gampong Persiapan Peunaga Baro, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat.
"Tapi sekarang sudah kita jual rumah bantuannya. Cuma Rp 15 juta karena butuh duit terpaksa segitu kita jual. Ya mau bagaimana lagi," ujarnya sembari tersenyum menutupi rasa kecewanya karena telah menjual rumah yang menurut informasi, normalnya dihargai hingga Rp 50 juta lebih.
Setelah menjual rumahnya, Lek Rohim pindah ke Lorong Puyuh, Gampong Rundeng, Meulaboh.
Di rumah berukuran kira-kira 15x5 meter yang sudah ditempatinya sejak lima tahun lalu itu, tidak terlihat perabotan sama sekali, apalagi peralatan elektronik seperti televisi. Di rumah inilah Lek Rohim tinggal bersama istri dan salah satu anaknya.
Rumah Lek Rohim sebanjar dengan 10 rumah lainnya yang juga serupa. Rumah-rumah itu berkonstruksi kayu yang sudah tak belia lagi. Dindingnya tampak rapuh dan lantainya membumi. Sementara di sekelilingnya terdapat rumah-rumah permanen.
"Sebulan kita sewa Rp 250.000. Sudah lima tahun kita sewa," sebutnya.
Hasil jerih payah menjual kardus dan plastik bekas kerap ia sisihkan untuk uang sewa rumah. Selebihnya ia serahkan kepada istrinya, Lili, untuk dibelanjakan buat makan mereka sehari-hari.
Lili adalah penyandang disabilitas. Sehari-hari ia harus memakai tongkat untuk menopang salah satu pijakan kakinya. Dari hasil pernikahannya dengan perempuan 32 tahun itu, Lek Rohim dikaruniai dua orang anak.
Baca Juga: Intip Bisnis Dimsum Milik Difabel Cantik Asal Gresik
Pertama Ruslia Danil (18), saat ini menjadi buruh di salah satu kebun kelapa sawit di Nagan Raya, dan seorang lagi Ihsan (14) yang kesehariannya sebagai juru parkir di area pertokoan di Jalan Nasional Meulaboh, tepatnya di samping pusat rekreasi keluarga, "Funland."
Ditanya sudah berapa lama ia bekerja sebagai juru parkir, Ihsan menjawab, "enam tahun, bang!".
"Kalau bulan puasa lebih cepat pulang kerjanya, bang. Lagi pula bulan puasa tidak terlalu ada orang (kendaraan, red), karena di situ ada rumah makan dan tutup karena puasa. Paling dari yang kerja Bank Mandiri Syariah karena buka," sambungnya.
Hingga saat ini Ihsan mengaku belum terpikir soal baju baru untuk hari raya Idul Fitri 1439 Hijriah yang sudah di depan mata.
Menurut bocah yang sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 9 Meulaboh tapi kandas sebelum beranjak ke kelas IV ini, soal baju lebaran ia serahkan kepada orangtuanya.
"Itu tidak tahu bang. Belum ada kabar dari mamak (ibu)," kata Ihsan.