Meski demikian ada banyak kendala yang perlu diselesaikan untuk mengembangkan industri berbasis riset dan teknologi (ristek) di Indonesia.
Mulai dari kendala SDM (sumber daya manusia), keterbatasan modal dan tidak adanya industrial environment yang cukup kondusif untuk pengembangan industri berbasis ristek.
Itu sebabnya, Shinta mengatakan, prioritas utama yang harus dikerjakan pemerintah adalah membenahi ekosistem industri agar perusahaan-perusahaan berbasis riset dan teknologi bisa mulai tumbuh di Indonesia.
Ini berjalan beriringan dengan perbaikan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya. Selain itu, insentif untuk investasi di bidang ristek yang saat ini ada masih belum cukup menarik bagi investor.
Sebagai contoh, UMKM yang mengembangkan produk berbasis teknologi adalah industri produk tembakau aternatif.
Sekretaris Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menyatakan, pihaknya getol dalam mengembangkan teknologi untuk industri ini.
Tetapi, ekosistem aturan yang ada belum optimal dalam mendukung perkembangan produk tembakau alternatif dalam negeri.
Garindra mengungkapkan saat ini ribuan pengusaha rokok elektrik yang menjadi anggotanya saat ini masih termasuk dalam skala UMKM mulai menjajaki teknologi ekstraksi nikotin dari sumber daya lokal.
Sayangnya, teknologi tersebut masih diadopsi dari penelitian dari luar negeri karena Indonesia masih minim kajian ilmiah terkait hal ini.
Baca Juga: Pemko Tanjungpinang Ajukan Dua Proyek ke Menteri Luhut
Padahal dengan sumber daya yang tersedia di dalam negeri, pengembangan teknologi yang diusung UMKM ini dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian dalam negeri berupa serapan tenaga kerja hingga pungutan cukai.