Untuk meyakinkan calon siswa, Eko menghadirkan praktisi untuk menyampaikan success story bekerja di hotel, restoran dan kapal pesiar.
“Seiring dengan itu kami mengedukasi masyarakat, calon siswa dan pihak sekolah tentang karir dan profesi yg dibutuhkan dalam operasional hotel, seperti receptionist, room attendant, chef, barista, waiter, sales marketing, IT, dan human resources. Selain itu, kami konsisten membantu seluruh alumni IDEA sampai penempatan kerja,” ungkapnya.
Peluang karier di industri hospitality sangat terbuka luas, namun masih sedikit pendidikan vokasi yang menyediakan SDM ideal untuk industri ini. Inilah peluang yang ditangkap oleh Eko.
“Kami membuat pendidikan vokasi yang menitikberatkan pada pendidikan karakter peserta didik, meningkatkan dan mensertifikasi kompetensi, hingga memfasilitasi penempatan kerja atau berwirausaha,” paparnya.
Sampai 2009 banyak lembaga kursus, pelatihan, diploma, bahkan politeknik, hanya sebatas melatih sampai memberi sertifikat atau ijazah. Belum terlihat usaha yang komprehensif untuk membuat seluruh lulusannya berkarakter kuat dan membantu mereka mendapat pekerjaan atau berwirausaha.
“Pengalaman pribadi saya, lulus sebagai wisudawan S1 terbaik dengan IPK tertinggi se-fakultas tidak serta merta mudah dapat kerja. Setelah wisuda, kampus umumnya hanya berfungsi sebagai tempat legalisir ijazah,” katanya.
IDeA Indonesia yang dirintis Eko tak ubahnya sebagai gagasan baru tentang pendidikan vokasi ideal dan berkualitas yang menjawab persoalan sdm industri hospitality.
Menurut Eko, kesuksesan IDeA Indonesia banyak dipengaruhi oleh system pendidikan yang mampu melahirkan sdm hospitality yang berkualitas tinggi.
Selama memimpin IDEA, Eko merasakan kemajuan pada tiga aspek kehidupannya, yaitu aspek personal, profesional, dan finansial.
Baca Juga: Petinggi BEI Prediksi Tahun Depan Bakal Lebih Cuan
Eko banyak belajar menjadi pribadi yang lebih baik, lebih stabil, dan lebih bijak. Sebagai leader sekaligus pendidik, menurut Eko, aspek kepribadian, perilaku dan keputusan-keputusan yang dibuat menjadi benchmark, bukan saja bagi team tapi juga bagi peserta pelatihan.