Kontroversi Naik Pesawat Pakai Tes PCR

Siswanto Suara.Com
Selasa, 26 Oktober 2021 | 15:28 WIB
Kontroversi Naik Pesawat Pakai Tes PCR
Ilustrasi Pesawat Terbang. (Pixabay.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kamaluddin mengingatkan beberapa negara di dekat Indonesia, seperti Singapura, sekarang sedang mengalami lonjakan kasus dan hal itu harus diwaspadai agar jangan sampai menyebar ke Indonesia.

"Kita juga harus belajar dari Singapura, Inggris, dan Taiwan, yang memiliki kendali sistem, test dan vaksinasi relatif baik, pada akhirnya tetap kembali mengalami lonjakan kasus. Kita harus belajar dari pengalaman seperti ini," katanya.

Aturan Diskriminatif

Tetapi tak semua kalangan mendukung aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menyebut, "Kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat adalah kebijakan diskriminatif, memberatkan, dan menyulitkan konsumen.

Diskriminatif karena sektor transportasi yang lain tidak diberlakukan wajib PCR bagi penumpangnya, tetapi hanya sebatas menggunakan antigen, "bahkan tidak pakai apapun."

Belum lagi masalah harga tes PCR yang "diakali" dengan berbagai cara sehingga jatuh-jatuhnya tiga  kali lipat dari harga yang ditetapkan pemerintah.

"Harga eceran tertinggi PCR di lapangan banyak diakali oleh provider dengan istilah PCR Ekspress, yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," kata Tulus.

Bisnis PCR harus ditertibkan pemerintah, atau aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat dibatalkan saja, karena tidak semua wilayah di Indonesia dapat menjalankan tes PCR dengan cepat, kata Tulus.

Baca Juga: Presiden Minta Harga Tes PCR Dipatok Jadi Rp 300 Ribu, Wamenkes Sebut Reagen Masih Impor

"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," kata Tulus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI