Suara.com - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan terus berupaya menggenjot optimalisasi sektor perpajakan, khususnya melalui Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sri Mulyani menjelaskan, banyak undang-undang perpajakan yang diubah di dalam UU HPP tersebut, seperti misalnya KUP, PPh, PPn, Cukai, dan pajak karbon yang mulai diperkenalkan.
Dia menegaskan, semua hal yang dituangkan di UU HPP tersebut dilakukan dalam rangka untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil, efisien, sederhana, netral, fleksibel, dan juga menjaga kepastian hukum.
"Tujuannya dituangkan dalam RUU yang sekarang telah menjadi undang-undang ini adalah untuk azas keadilan, azas kesederhanaan, azas efisiensi, azas kepastian hukum, azas manfaat, dan azas kepentingan nasional," kata Sri Mulyani dalam acara Sosialisasi UU HPP, Jumat (19/11/2021).
Sri Mulyani menambahkan, sebagaimana pada saat Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 sejak Maret 2020 silam, pajak itu bisa berubah menjadi insentif daripada sekadar sebagai 'revenue collector' atau pengumpul pendapatan.
Hal itu bahkan telah diimplementasikan pada banyak aspek, khususnya di masa pandemi COVID-19 ini, dimana pemerintah telah banyak sekali memberikan insentif dalam sektor perpajakan di Tanah Air.
"Kita menurunkan tarif, memberikan keringanan, memberikan fasilitasi, bahkan menstimulasi kembali demand atau permintaan seperti yang terjadi di sektor otomotif dan properti," ujarnya.
Sri Mulyani menegaskan, kesemua hal itu dilakukan pemerintah dengan tujuan demi menggenjot berbagai upaya terkait pemulihan ekonomi nasional.
"Itu semuanya fokus pajak untuk memulihkan kembali sistem ekonomi. Jadi lebih sebagai katalis untuk recovery," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani ke Pengusaha: Kalau Hitungan Pajak Tak Adil Silahkan Banding
Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa pajak sebagai insentif itu tidak bisa dilakukan secara terus-menerus dan tidak terhingga. Menurutnya, harus mulai dilakukan lagi peningkatan pertumbuhan pendapatan dan penerimaan negara, agar tetap adil dan berbasiskan basis pajak yang makin luas dan lebar.
"Sehingga tidak rapuh dan tergantung pada satu sektor saja. Misalnya seperti sekarang saat harga komoditi bagus, itu kita gunakan untuk bisa memperkuat basis pajak yang lain," ujarnya.