Indonesia Diharapkan Tak Gegabah Dalam Menyusun Strategi Transisi Energi

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 24 Mei 2022 | 06:37 WIB
Indonesia Diharapkan Tak Gegabah Dalam Menyusun Strategi Transisi Energi
Ilustrasi energi ramah lingkungan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Transisi Energi merupakan hal yang tak bisa dielakkan. Namun demikian, energi fosil seperti minyak dan gas bumi (migas) masih memiliki peran penting sebelum energi baru dan terbarukan sebagai sumber energi yang lebih bersih dapat tersedia dan diakses dengan baik oleh semua orang.

Pemerintah Indonesia saat ini tengah gencar memperluas investasi proyek gas bumi dengan mengintegrasikan pasar-pasar di wilayah Asia, Amerika dan Eropa.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji beberapa waktu yang lalu menegaskan pentingnya gas bumi sebagai sumber energi di masa transisi energi.

Menurutnya, transisi energi harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan untuk memastikan transisi berjalan lancar serta ketahanan energi tetap terjaga.

Netralitas karbon sesuai tuntutan global juga diharapkan dapat tercapai dengan peningkatan peranan gas bumi. Oleh karena itu, menurut Tutuka, investasi proyek gas bumi perlu ditingkatkan secara global dengan cara mendorong penggunaan gas bumi yang lebih besar lagi.

Untuk diketahui, Rencana Umum Energi Nasional sebagaimana diatur dalam Perpres No 22/2017 memproyeksikan porsi energi fosil dalam bauran energi Indonesia pada 2050 mendatang sekitar 68,80 persen. Saat ini, porsi energi fosil dalam bauran energi masih sekitar 89 persen, yang terdistribusi atas: batubara 38 persen, minyak bumi 32 persen, dan gas bumi 19 persen.

Menurut anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha, dalam strategi transisi energi nasional peranan gas bumi menjadi salah satu yang terpenting dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi. Gas bumi dianggap memiliki peran yang terpenting karena jenis sumber energi ini memiliki intensitas karbon yang lebih rendah daripada minyak dan batubara sehingga cenderung lebih bersih.

Namun, sebagai salah satu negara penghasil migas di dunia Indonesia hendaknya tidak gegabah dalam menyusun strategi transisi energi. Pasalnya, kebutuhan energi nasional saat ini masih sangat tinggi dan bahkan menurut perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pada 2045 PDB Indonesia akan mencapai USD 29 ribu per kapita per tahun. Artinya, Indonesia akan masuk dalam kategori negara maju karena berada dalam lima besar PDB di dunia.

Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan saat ini adalah tetap melakukan eksplorasi energi fosil yang ada namun dengan menggunakan teknologi CCUS dan CCS. Komitmen internasional yang ada tentang transisi energi seyogyanya tidak lantas meniadakan migas tetapi tetap berusaha mengurangi emisi karbon. Alhasil, kebutuhan energi nasional tetap dapat terpenuhi.

Baca Juga: Persiapkan Pabrik Lepas dari Ketergantungan Gas Alam, BMW Gunakan Alternatif Hidrogen

Satya menjelaskan bahwa hal yang perlu ditekankan dalam transisi energi adalah mencari keseimbangan yang tepat agar produksi migas bisa berjalan dan emisi karbon bisa dikurangi sesuai dengan target pemerintah. Jika aktivitas produksi migas dapat dibarengi dengan penerapan teknologi yang mengurangi intensitas emisi Karbon dan masyarakat sebagai pengguna bahan bakar fosil memiliki kesadaran seperti menanam pohon atau berperilaku hemat energi maka keseimbangan yang diharapkan pun dapat tercapai.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI