Suara.com - Australia tengah bersiap dengan inflasi terbesar mereka, setelah Bank Sentral memperingatkan inflasi menuju ke level tertinggi tiga dekade hingga membutuhkan kenaikan suku bunga yang berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi agar menjaganya lebih stabil.
Pada Jumat (5/8/2022), Reserve Bank of Australia (RBA) mengatakan, segera mendongkrak perkiraan inflasi, menurunkan prospek pertumbuhan dan meramalkan kenaikan pengangguran.
Namun sekalipun dengan kenaikan suku bunga lebih lanjut, inflasi diperkirakan tidak akan kembali ke puncak kisaran target 2-3 persen hingga akhir 2024, menunjuk ke masa depan yang menyakitkan.
"Bank sentral berusaha melakukan ini dengan cara yang membuat ekonomi tetap stabil," kata Gubernur RBA Philip Lowe.
"Jalan untuk mencapai keseimbangan ini adalah jalan yang sempit dan tunduk pada ketidakpastian yang cukup besar," ujarnya lagi.
Bank sentral telah menaikkan suku bunganya empat bulan berturut-turut, mengambilnya dari level terendah darurat 0,1 persen ke level tertinggi tujuh tahun di 1,85 persen dan menandai lebih banyak lagi yang akan datang.
"Dewan memperkirakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam proses normalisasi kondisi moneter selama beberapa bulan ke depan, tetapi tidak pada jalur yang telah ditentukan sebelumnya," kata Lowe, dikutip via Antara.
Pasar memperkirakan suku bunga mencapai 3,0 persen pada Natal dan memuncak sekitar 3,30 persen pada April tahun depan.
Prospek hawkish memperlihatkan bukti bahwa pemegang kebijakan telah salah langkah akibat inflasi yang melonjak seiring kenaikan biaya untuk energi, makanan dan konstruksi.
Baca Juga: Menteri Kesehatan Australia Perkirakan Gelombang Penularan Kasus Omicron Sudah Melewati Puncaknya
RBA harus menaikkan perkiraan puncaknya untuk inflasi utama menjadi 7,75 persen, ketika baru-baru ini pada Mei mencapai 5,9 persen.