“Kesenjangan pembiayaan ini perlu diatasi melalui kolaborasi bersama antara negara maju dengan negara berkembang," kata Arsjad.
Selain persoalan pembiayaan, transfer pengetahuan dan teknologi juga diperlukan untuk membangun kapabilitas dan adopsi teknologi baru dalam bidang energi hijau serta digitalisasi di negara-negara berkembang.
Arsjad mengajak semua pihak untuk ambil bagian dalam pengembangan ekonomi dan menahan laju emisi yang kian hari makin memprihatinkan. Untuk transisi energi menuju net zero emission pada 2060, Indonesia hingga saat ini masih membutuhkan investasi sekitar US$25 miliar per tahun.
Komitmen dan target itu bisa tercapai melalui kolaborasi yang kuat antara sektor swasta dan publik serta pihak internasional untuk membangun lingkungan hijau.
“Indonesia telah terbukti memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar di pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, angin dan tenaga surya dan itulah jalan kami harus memilih. Indonesia adalah masa depan energi terbarukan pemasok terbesar di Asia Tenggara dan dunia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arsjad mengatakan KADIN Indonesia sebagai sebagai perwakilan dunia bisnis memiliki peranan sentral untuk membantu mendorong Indonesia mencapai komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) dan berkomitmen untuk menjadi Net Zero Organization pada 2060. Terkait inisiatif Net Zero, KADIN Indonesia kata Arsjad memiliki Net Zero Hub.
Inisiatif KADIN Net Zero Hub ini memiliki peran sentral untuk mengajak setiap perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan pemimpin di Indonesia, untuk turut membuat komitmen nol emisi.
"KADIN Net Zero Hub akan memiliki tiga aspek kunci. Pertama, sebagai inisiatif strategis KADIN. Kedua, sebagai pusat publikasi KADIN terkait net zero. Ketiga, sebagai jembatan antara dunia usaha dengan pemerintah untuk mencapai net zero, sekaligus peluang untuk menciptakan nilai tambah," katanya.
Baca Juga: Delegasi B20 Ajak Jepang Tingkatkan Investasi hingga Transisi Energi