Sawit Jadi Komoditas Emas RI, Penyerapan Tenaga Kerja Masih Terbuka Lebar

Jum'at, 04 November 2022 | 18:11 WIB
Sawit Jadi Komoditas Emas RI, Penyerapan Tenaga Kerja Masih Terbuka Lebar
Perkebunan Sawit di Sumsel [Suara.com/Tasmalinda]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi menilai penyerapan tenaga kerja sawit Indonesia masih memiliki potensi untuk meningkat.

"Angkanya besar karena mayoritas di Sumatera Utara, Riau, kemudian di beberapa tempat di Kalimantan, itu kan kebun kelapa sawit cukup besar," ujar Tadjudin melalui sambungan telepon, di kesempatan berbeda.

Bahkan, menurut Tadjudin, jumlah 16 juta masih dirasa belum maksimal. Ia menaksir penyerapan tenaga kerja sawit Indonesia bisa mencapai 20 hingga 25 juta tenaga kerja. 

"Di beberapa daerah, masih banyak yang sulit mencari tenaga kerja sawit," imbuhnya.

Senada dengan Tadjudin, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda memproyeksikan ke depan permintaan tenaga kerja sawit masih bisa meningkat pesat.

"Data yang resmi menyebutkan ada sekitar 2,7 juta petani dan 4,4 juta pekerja di bidang perkebunan kelapa sawit. Data tersebut tahun 2019/2020. Tentu jumlahnya bisa jadi bertambah mengingat biasanya permintaan tenaga kerja akan meningkat pesat ketika harga kelapa sawit naik," ujar Huda, Jumat.

Salah satu contoh perusahaan kelapa sawit yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar adalah Wilmar. Besarnya jumlah tenaga kerja karena perusahaan tersebut bergerak dari hulu dan hilir. Untuk Perkebunan saja, Wilmar tercatat telah menyerap tenaga kerja lebih dari 11 ribu karyawan. Sedangkan karyawan untuk hilir mencapai lebih dari 31 ribu orang. Jika ditambah dengan dampak berganda (multiplier-effect), diperkirakan mencapai dua hingga tiga kali lipatnya.

Dengan harga yang sekarang relatif tinggi, Huda optimistis masih ada ceruk untuk pekerja kelapa sawit ini. Terlebih, karakteristik pekerja kelapa sawit bukanlah tenaga kerja terdidik, sehingga tidak terlalu sulit mencari tenaga kerja yang tersedia.

Tadjudin menjelaskan keterkaitan harga TBS dengan penyerapan tenaga kerja sawit. Menurutnya, jika harga TBS sedang bagus, maka penyerapan tenaga kerja sawit tinggi karena pengusaha atau pekebun butuh memanen kelapa sawit dengan cepat. Panen harus dilakukan dalam dua minggu sekali.

Baca Juga: Harga Minyak Mahal, Pemerintah Mau Jual BBM Campuran 40 Persen Sawit

"Pada waktu harga TBS Rp1.000 per kg, orang tidak mau panen kelapa sawit, berarti penyerapan tenaga kerjanya rendah. Harga sawit yang tidak menentu di dunia internasional turun naik turun naik, itu menyebabkan penyerapan tenaga kerjanya juga turun naik turun naik, tidak continue atau berkelanjutan. Jadi tergantung harga TBS," terang Tadjudin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI