Suara.com - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bersiap untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai sumber tenaga listrik atau Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Pasalnya, Indonesia memiliki bahan baku uranium untuk pembuatan nuklir.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengatakan, kekinian pemerintah tengah menyusun aturan agar uranium bisa diolah menjadi nuklir.
Adapun, potensi cadangan uranium ditemukan di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, yang diperkirakan mencapai 24.112 ton.
"Ini kami lagi siapkan PP (Peraturan Pemerintah)-nya, mudah-mudahan dari PP-nya itu bisa diimplementasikan untuk pemurnian pengolahan bahan radioaktif itu bisa dimanfaatkan untuk energi," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (20/6/2025).

Menurut Yuliot, pengolahan uranium termasuk dalam wilayah usaha radioaktif yang pengaturannya memerlukan perhatian khusus, terutama dari segi perizinan dan pengawasan.
Dia melanjutkan, pemerintah saat ini sedang menata aspek perizinan tersebut, mengingat pengawasan wilayah usaha radioaktif cenderung lebih ketat dibanding sektor lainnya.
Proses penyusunan regulasi dan persiapan pengolahan uranium ini juga akan melibatkan sejumlah lembaga terkait seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
"Jadi kami juga akan memperhatikan dari aspek lingkungan," kata dia.
Untuk diketahui, Pengembangan energi nuklir ini merupakan bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025–2034. Dalam rencana tersebut, pemerintah menetapkan target pembangunan dua unit PLTN berkapasitas masing-masing 250 megawatt (MW) yang berlokasi di Sumatera dan Kalimantan. Dengan demikian, total kapasitas listrik dari PLTN yang direncanakan mencapai 500 MW.
Baca Juga: ESDM Beri Isyarat PT Gag Nikel Bisa Kembali Eskplorasi di Raja Ampat
Pemerintah menargetkan pasokan listrik dari PLTN akan mulai masuk ke jaringan PLN pada periode 2032–2033.
Dari total target penambahan pembangkit tersebut, 42,6 GW dialokasikan untuk pembangkit berbasis EBT dan 16,6 GW berasal dari sumber energi fosil. Komposisi ini mencerminkan strategi jangka panjang pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis karbon dan mempercepat transisi menuju bauran energi yang lebih ramah lingkungan.
Lebih lanjut, Yuliot mengungkapkan bahwa pihaknya juga tengah mengkaji teknologi Small Modular Reactor (SMR) yang akan digunakan dalam pembangunan PLTN. Teknologi ini saat ini dikuasai oleh negara-negara seperti Rusia dan China.
"Jadi untuk teknologi yang ditawarkan katanya itu ada dari China atau dari Rusia, ini mungkin dari kunjungan Pak Menteri kemarin, mungkin ada pembahasan. Kita tunggu penjelasan dari Pak Menteri," ucap Yuliot.
Pembangunan PLTN Mulai 2027
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah mau manfaatkan tenaga nuklir untuk jadi listrik. Salah satunya, membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mulai 2027 dan beroperasi 2034.