Perizinan Meikarta dipertanyakan
Pada 2018, perizinan tata ruang megaproyek Meikarta mulai dipertanyakan, seiring dengan mencuatnya isu dugaan gratifikasi yang dilakukan sejumlah petinggi Lippo Group agar perizinan protek tersebut bisa dimuluskan.
Pihak-pihak yang mempertanyakan perizinan tersebut diantaranya Ombudsman Ri dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan nasional (ATR/BPN).
Ketika itu, Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mempertanyakan mengapa Meikarta gencar melakukan pemasaran, padahal pembangunan belum diselesaikan serta belum mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Hal senada juga diutarakan oleh Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian ATR/PBN saat itu, Arie Yuriwin.
Menurut dia, Lippo Group belum menyesuaikan tata ruang atas proyek Meikarta. Padahal, lanjut dia, halitu seharusnya dilakukan sebelum produk ditawarkan.
"Meikarta itu penyesuaian tata ruang belum ada. Jadi bagaimana dia sudah berbuih-buih jualan gitu, kita masih malah bingung kan," kata Arie saat menjadi pembicara pada seminar Kebijakan dan Regulasi Pembebasan Lahan Proyek Properti di Kantor PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Kamis (15/3/2018).
Namun hal tersebut dibantah oleh James Riyadi. Menurut dia, perizinan Meikarta seiring dengan Lippo Cikarang karena merupakan bagian dari pengembangan Kawasan property yang telah lebih dulu ada itu.
Mendapat gugatan vendor iklan
Baca Juga: Meikarta Punya Siapa? Pemiliknya Masuk Daftar Orang Paling Kaya di Indonesia
Pada Mei 2018, PT MSU digugat oleh salah satu vendor iklannya PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi.
Dua perusahaan tersebut menilai pembayaran iklan PT MSU mandek, sehingga mereka menuntut pengadilan agar menetapkan PT MSU dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan segala akibatnya.
Namun akhirnya gugatan tersebut ditolak oleh Pengadilan Niaga dengan alasan masih ada laporan Meikarta terhadap dua vendor iklan tersebut yang diajukan ke kepolisian.
Meikarta terlibat kasus suap
Pada 29 Mei 2019, Bupati Bekasi nonaktif, Neneng Hasanah divonis hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp250 juta karena terbukti bersalah menerima suap terkait perisinan proyek Meikarta sebesar Rp10,63 miliar dan SGD 90.000.
Sementara pihak Lippo yang berhubungan dengan Neneng untuk memuluskan proyek tersebut adalah Billy Sindoro yang menjabat sebagai Direktur Operasional Lippo Group. Ia divonis penjara selama 3,5 tahun dan denda sebesar Rp100 juta subsider2 bulan penjara.