Chazali H. Situmorang: Pembahasan RUU Omnibus Kesehatan Lebih Baik Ditunda

Kamis, 11 Mei 2023 | 17:34 WIB
Chazali H. Situmorang: Pembahasan RUU Omnibus Kesehatan Lebih Baik Ditunda
Dosen FISIP UNAS dan Pemerhati Kebijakan Publik, Chazali H. Situmorang. (Istimewa)

Dari 478 pasal RUU Kesehatan, total DIM batang tubuh sebanyak 3.020, dan  1.037 DIM tetap untuk disepakati di rapat kerja DPR, 399 DIM perubahan redaksional untuk ditindaklanjuti oleh tim perumus dan tim sinkronisasi, 1.584 DIM perubahan substansi untuk ditindaklanjuti oleh panitia kerja (Panja) DPR.

Kemudian DIM penjelasan ada 1.488, sebanyak 609 DIM tetap, 14 DIM perubahan redaksional, 865 DIM perubahan substansi.

“Kenapa selama 2 minggu sudah dapat dihimpun ribuan peserta dan ribuan DIM  yang dibahas. Itu merupakan bukti kuat bahwa Kemenkes sudah mempersiapkan DIM – DIM berbulan-bulan secara senyap sebagaimana telah diutarakan di atas,” ungkap Chazali.

Strart awal dalam perencanaannya sudah tidak transparan. Ribuan angka partisipatif itu hanya berupa angka tanpa makna substansi yang dapat menangkap apa yang menjadi keinginan stakeholder. Disinilah ketidak kejujuran itu berawal.

OPK melawan ketidak jujuran aparatur pemerintah

Organisasi Profesi Kesehatan melakukan aksi damai di Jakarta dan kota-kota besar lainnya secara serentak  8 Mei 2023 yang lalu. IDI, PDGI, PPNI, IBI dan IAI, turun kejalan dan menuju ke Kantor Kemenkes. Suatu pemandangan yang ironi, Menkes di demo oleh tenaga kesehatannya. Pasti ada yang tidak nyambung, tidak beres, dan tertutupnya akses komunikasi yang seimbang.

Ribuan tenaga kesehatan mendatangi Kantor Kemenkes di Kuningan, barulah petinggi Kemenkes tersentak. Dengan terpaksa Sekjen Kemenkes menerima delegasi  dihalaman Kantor Kemenkes.

Bagi tenaga kesehatan itu sampai ribuan turun ke jalan dan mendemo kantor Kemenkes tentu cukup beralasan. Kekecewaan mereka sudah sampai ke ubun kepala. Prof. Dr. Zainal Muttaqin mengatakan bahwa jika sampai tenaga medis itu turun kejalan, artinya memang sudah terpaksa karena kepentingan profesi kesehatan dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sudah terancam. Mereka itu adalah insan medis yang waktunya tidak banyak tersisa untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

“Mungkin Menkes Pak Budi Gunadi Sadikin tidak memahami kondisi sosiologis, dan psikologis  tenaga kesehatan karena bukan seorang yang berlatar belakang profesi kesehatan ( BGS awalnya seorang Bankir, Insinyur ITB,  yang diangkat Jokowi sebagai Menkes). Apakah ada perbedaan makna kemanusiaan di mata bankir dengan di mata tenaga medis, kasus RUU Kesehatan ini akan menjawabnya,” lanjut Chazali.

Baca Juga: Ini Jawaban Singkat Dedi Mulyadi soal Mundur dari Golkar dan DPR RI

Ketidak jujuran penyelenggara pemerintahan (aparatur Kemenkes), dapat dicermati dari dokumen DIM RUU Omnibus Keasehatan, antara lain:

1. RUU Omnibus Kesehatan merupakan bentuk perlindungan baru bagi OPK. Kenyataannya merupakan ancaman baru bagi OPK.

2. RUU Omnibus Kesehatan inisiatif DPR, Kemenkes ikut saja. Kenyataannya hasil kongkalikong DPR dengan Kemenkes.

3. Menghilangkan alokasi APBN untuk Sektor Kesehatan. UU Kesehatan sebelumnya alokasinya 5%.  Bagaimana Kemenkes menyusun suatu perencanaan anggaran tanpa adanya alokasi pembiayaan yang mempunyai kepastian hukum. Dari adanya alokasi pembiayaan kesehatan menjadi tidak ada. Aparatur Kemenkes kehilangan akal sehat.

4. Pemusatan kekuasaan secara penuh (full power) di tangan Kemenkes terhadap berbagai kebijakan terkait Organisasi Profesi Kesehatan. Lumpuhnya mekanisme kontrol dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan.

5. Dengan instrumen Omnibus Law, memberangus UU Kedokteran, UU Perawat, UU Bidan dan UU lainnya, tanpa suatu proses evaluasi yang terbuka dan transparan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI