Suara.com - Nilai tukar rupiah Jumat (20/10/2023) melemah ke level Rp15.881. Sehari sebelumnya, atau Kamis (19/10/2023) nilai tukar rupiah berada di level Rp15.815 per dolar AS.
Kurs ini menjadi yang paling lemah sejak masa pandemi Covid-19. Rekor terparah kurs rupiah sepanjang sejarah terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya 17 Juni 1998. Saat krisis moneter dan lengsernya orde baru itu, rupiah tembus Rp16.800.
Dampak dari krisis moneter adalah banyaknya perusahaan yang bangkrut. Tidak hanya sampai di situ, harga bahan pokok naik dan terjadi demo besar-besaran.
Tekanan Ekonomi saat COVID-19
Nilai tukar rupiah kembali melemah pada masa pandemi Covid-19. Pada 23 Maret 2020 atau awal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus menunjukan pelemahan.
Terpantau, kurs jual dolar Amerika Serikat menunjukkan angka Rp16.608. Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate atau JISDOR menempatkan dolar AS di posisi Rp 16.608.
Setelahnya, nilai rupiah kembali turun pada 27 Desember 2022. Di hari itu, nilai tukar rupiah anjlok hingga level Rp15.600 per dolar AS. Diketahui, rupiah terkoreks -0,39% ke level Rp15.646 per dolar AS. Rupiah juga tak berdaya terhadap dolar Australia (-0,62 persen), poundsterling (-0,61 persen), dan euro (-0,49 persen).
Tak sampai di situ, rupiah kini menjelma sebagai mata uang terlemah se-Asia. Kurs rupiah hari ini tertekan oleh won (-0,98 persen), yuan (-0,58 persen), dolar Hong Kong (-0,40 persen), yen (-0,33 persen), dolar Singapura (-0,32 persen), ringgit (-0,31 persen), baht (-0,09 persen), dan dolar Taiwan (-0,04 persen).
Ada banyak faktor yang menyebabkan turunnya nilai tukar rupiah. Empat di antaranya dijelaskan sebagai berikut.
Baca Juga: Perang Israel Vs Hamas Bikin Pasar Khawatir, Rupiah Kian Terkapar
1. Turunnya Supply Dolar Amerika Serikat