Game Online Mulai Meresahkan Anak-anak, Pemerintah Diminta Bertindak

Senin, 08 April 2024 | 19:40 WIB
Game Online Mulai Meresahkan Anak-anak, Pemerintah Diminta Bertindak
Ilustrasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bertindak tegas terhadap peredaran game online
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) bertindak tegas terhadap peredaran game online yang terbukti memberikan dampak buruk terhadap anak.

“Sudah seharusnya pemerintah dalam hal ini Kominfo segera bertindak, keluarkan regulasi untuk membatasi anak-anak menggunakan game online, terutama game online yang menjurus kekerasan dan seksualitas,” kata Komisioner KPAI, Kawiyan di Jakarta, Senin (8/4/2024).

Kawiyan menilai, sudah banyak kasus yang terjadi akibat dampak game online ke anak, mulai dari kasus pornografi anak di Soetta dalam perkembangannya juga disangkakan sebagai kejahatan perdagangan orang, ini awalnya gara-gara game online. 

“Selain kasus di Soetta, ada kasus anak membunuh orang tuanya, semua berawal dari game online. Dan, masih banyak lagi kasus-kasus kriminal karena dampak dari game online,” tambahnya.

Kawiyan menegaskan lagi, Kominfo harus segera menerbitkan aturan, apakah itu memblokir game online yang mengandung kekerasan dan seksualitas, atau membatasi penggunaan game online.

“Kominfo harus tegas, blokir atau batasi. Selain itu, peran keluarga dan sekolah juga harus ditingkatkan, orang tua harus ketat mengawasi anak-anak kita saat main game online,” ujarnya.

Ia menegaskan, game-game online yang beredar saat ini seperti game-game perang-perangan.

“Banyak dampak negatif bagi anak-anak kita, sekarang ini banyak anak-anak kita berkata kasar, seperti mampus, sialan karena kalah dan menang permainan game online. Sungguh sangat berbahaya game online itu bagi anak-anak kita,” ujarnya lagi.

Selain itu, KPAI juga meminta perusahaan game tersebut ikut bertanggung jawab terhadap dampak buruk yang ditimbulkan ke anak-anak karena memainkan game tersebut.

Baca Juga: Penjelasan Indosat soal Pembangunan Proyek AI Rp 3 Triliun di Kandang Gibran

“Perusahaan game juga harus bertanggung jawab. Dampak buruknya sudah luar biasa, jadi pemerintah dan kita semua jangan anggap enteng masalah ini, ini sudah serius dan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan khusus soal game-game online ini,” tandasnya.

Psikolog, Fabiola Audrey Najoan mengungkapkan pada dasarnya permainan yang sedang banyak disukai anak-anak seperti Free Fire banyak sekali memaparkan atau bahkan memiliki misi-misi kekerasan yang harus diselesaikan.

Anak-anak yang belum memiliki pemahaman yang kuat terkait perilaku terpuji dan tidak terpuji, sangat tidak dianjurkan untuk memainkan permainan seperti ini. Selain sarat akan kekerasan, ada pula permainan online maupun offline yang tanpa disadari bermuatan seksual.

“Apalagi permainan online tentu disertai dengan adanya chat room bisa dengan kawan atau orang asing. Saat bertemu dengan orang asing inilah keamanan anak-anak perlu diwaspadai. Kerena tidak bisa dipungkiri kalau banyak sekali predator seksual yang terkesan baik,” ungkap Fabiola.

“Hal ini bisa disebut sebagai Child Grooming, di mana predator seksual akan mengimingi anak-anak dengan beberapa hal yang mereka suka salah satunya gift dalam permainan online untuk memancing rasa percaya dan nyaman dari anak. Setelah anak merasa nyaman, barulah mereka melancarkan aksinya seperti yang baru-baru ini terjadi (kejahatan seksual di Soetta)” tambahnya.

Fabiola mengatakan, selain kekerasan seksual, anak-anak pun tidak dianjurkan untuk memainkan game-game tersebut karena proses belajar anak-anak itu adalah meniru. Mereka akan mengamati tindakan-tindakan kekerasan dalam game tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI