Suara.com - Pemerintah berkomitmen untuk terus memacu laju hilirisasi di industri petrokimia dan gas dengan berbagai terobosan kebijakan untuk membantu target pertumbuhan ekonomi 8 persen sesuai keinginan Presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya kata Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawzier mengatakan bahwa sektor petrokimia dan gas memberikan multiplier efek yang sangat besar terhadap sektor ekonomi lainnya.
Hal tersebut dikatakan dia dalam acara Tekagama Forum Petrokimia dan Gas yang diselenggarakan Fakultas Teknik UGM, Jumat (21/2/2025).
"Sektor Industri kimia, farmasi dan tekstil (IKFT) harus memompa tambahan kontribusi PDB sebesar Rp39,77 triliun dengan skenario porsi sektor industri terhadap PDB nasional sebesar 18,9 persen. Dan jika target skenario industri berkontribusi sebesar 21,9 persen dari PDB Nasional maka sektor IKFT harus memompa tambahan sumbangan Rp46,09 triliun," papar Taufiek.
Menurut dia kalkulasi teknokratik ini diambil dari perhitungan baseline PDB harga konstan tahun 2024 sebesar Rp12.920 triliun. Dengan peningkatan 8 persen diperlukan sekitar Rp1.033 triliun yang akan memperkokoh PDB nasional ke angka Rp13.953 triliun.
"Artinya dengan dua skenario diatas kontribusi secara keseluruhan sektor industri nasional harus menambah porsi angkanya masing masing Rp195 triliun dimana share industri 18,9 persen dan Rp226 triliun jika secara nasional industri mempunyai share 21,9 persen," sambung Taufiek
Lanjutnya, dari sektor IKFT dalam skenario pertama, industri kimia, barang kimia dan farmasi khususnya peran Petrokimia dan Gas harus memberikan tambahan nilai minimal Rp18,37 triliun hingga Rp21,28 triliun dan pada tahun 2024 subsektor IKFT berkontribusi sebesar Rp555, 40 Triliun.
Menurut Taufiek, hal ini bisa dicapai dengan integrasi kebijakan nasional yang pro industri dari sisi pengendalian impor, kemudahan investasi di hulu, intetmediate dan hilir serta harga Gas HGBT yang kompetitif dan supplainya konsisten tanpa kekurangan bahan baku.
Taufiek menambahkan Secara nasional kapasitas produk olefin dan turunannya sebanyak 9,7 juta ton, Produk Aromatik dan turunannya sebanyak 4,6 juta ton serta produk C1 (metanol) dan turunannya sebanyak 980.000 Ton. Seharusnya kemampuan nasional ini mampu melayani kebutuhan nasional namun faktanya utilisasinya masih belum maksimal dan secara nasional impor produk produk petrokimia ini di th 2023 mencapai USD 9,5 miliar.
Baca Juga: Pandu Sjahrir Makin Santer jadi Bos Danantara, Muliaman D Hadad Disingkirkan?
Taufiek mencontohkan produk LLDPE, kapasitas nasional 700,000 ton, konsumsi nasional 656.150 ton namun impornya 280.385 ton dan yang disupplai dari dalam negeri sebanyak 375.765. Bukan hanya itu, PP Homopolymer kapasitas nasional sebesar 935.200 ton, impornya 775.662 ton dan supplai dari dalam negeri 718.000 ton saat ini sudah ada tambahan investasi baru untuk produk ini.
Yang menarik PP Copolymer kemampuan nasional 368.000 Ton namun impornya 381.348 Ton dan yang disuplai dari dalam negeri hanya 53.239 Ton atau utilisasinya hanya 15 persen begitu juga produo PET utilisasinya hanya 41 persen.
Untuk itu Kemenperin meminta produk produk yang sudah mampu dihasilkan di dalam negeri dan utilisasinya rendah dapat diberlakukan quota impor hanya persetujuan PI dan LS saja tanpa pertimbangan teknis minimal 40 persen bisa menambah utilisasi saat ini.
"Disinilah pentingnya instrumen kebijakan integratif dari Kementerian terkait untuk mendorong kemampuan produksi nasional sekaligus memberikan confidence bagi investor yang sudah membangun fasilitas produksinya di Indonesia," katanya.
Sementara itu peluang investasi di sektor ini sangat besar, misalnya Metanol kebutuhan nasional sebanyak 1,6 juta ton yang mampu di produksi hanya 721.424 Ton. Hal ini yang perlu di arahkan investasi baru dalam pohon industri yang telah dibuat oleh Kemenperin, termasuk pohon industri dari minyak bumi, gas dan batubara didalamnya. "Kami sudah membuat turunan produk dan nilai tambahnya beserta supplai dan demand di dalam negeri," imbuh Taufiek.
Disisi lain dalam mendukung swasembada pangan, dukungan Kemenperin terhadap industri pupuk sangat kuat. Secara nasional pupuk jenis urea utilisasi industrinya mencapai 8.875 KTA. Secara nasional mampu mensuplai sebanyak 7.897 KTA bahkan kata Taufiek, pupuk urea ini Indonesia mampu melakukan ekspor sebanyak 1.376 KTA dan hanya sedikit yang di impor hanya 75 KTA.