7. Anak sekolah SD: Rp225.000/tahap atau RP900.000 per tahun.
Sebagai informasi, data penerima PKH dan BPNT bisa berubah dan mengalami pembaharuan. Pembaharuan bisa didasarkan atas masuknya data baru, atau keluarga penerima manfaat sebelumnya telah dikategorikan mampu sehingga tidak perlu lagi mendapatkan bantuan sosial.
Melansir website Ombudsman RI, kendati bantuan ini diperuntukkan bagi warga kelas bawah, namun masih ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan. Menurut data yang pernah dipublikasikan oleh Ombudsman Tahun 2021 yang lalu, setidaknya terdapat beberapa permasalahan dalam penyaluran bantuan sosial. Permasalahan tersebut antara lain terkait keberadaan mitra penyaluran bantuan sosial yang tidak merata di sejumlah desa.
Hal tersebut menjadi kendala penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat di wilayah terluar, terpencil, dan tertinggal (3T). Selanjutnya, alur pendaftaran sebagai calon penerima bantuan sosial, yang rumit serta cenderung berlarut-larut. Hal tersebut umumnya terjadi karena keterbatasan anggaran serta kompetensi SDM. Selanjutnya, informasi terkait jenis serta mekanisme bantuan yang dapat diakses oleh masyarakat masih sangat minim, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak tahu.
Di sisi lain, Kementerian Sosial maupun Dinas Sosial di daerah belum melakukan pengelolaan pengaduan dengan maksimal. Beberapa kali Ombudsman menemukan kondisi unit pengelolaan pengaduan bukan saja tidak optimal, tetapi juga tidak dipublikasikan, sehingga tidak diketahui oleh masyarakat.
Permasalahan lainnya, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai data utama penerima bantuan sosial belum sepenuhnya valid. Masih ditemukan data penerima bansos yang ternyata telah meninggal dunia, namun masih tercatat pada data. Fakta lainnya, tidak sedikit temuan di lapangan bahwa penerima bantuan sosial ternyata adalah orang yang seharusnya tidak berhak menerima, ada PNS, Kepala Desa, bahkan Direktur.
Berbicara tentang bantuan sosial, tidak dapat terlepas dari DTKS, yakni data induk yang sangat krusial, yang berisi data pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial penerima bantuan dan pemberdayaan sosial. DTKS merupakan data penting yang menjadi dasar acuan dalam pelaksanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial. DTKS menggunakan basis data kependudukan, baik Nomor Induk Kependudukan (NIK) maupun Kartu Keluarga (KK) yang terhubung dengan berbagai database berbagai instansi atau lembaga terkait.
Mengatasi beberapa problematika di atas, saat ini DTKS sudah dapat dilakukan pemutakhiran secara berkala setiap bulan oleh pemerintah daerah, guna mengurangi exclusion error maupun inclusion error, sehingga dari hal tersebut dapat terjadi penambahan atau pengurangan data. Seseorang atau Keluarga Penerima Manfaat dapat keluar dari DTKS karena beberapa sebab, antara lain: pertama, berdasarkan hasil penandaan ketidaklayakan daerah, kedua, berdasarkan hasil pemadanan NIK oleh Kementerian Sosial dengan basis data yang lain; ketiga, berdasarkan hasil pemadanan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat, serta berdasarkan informasi dari Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian Sosial guna berbaikan kualitas DTKS dan ketepatan penerima bantuan, salah satunya adalah dengan melakukan pemadanan DTKS dengan beberapa data instansi lain yang terkait. Hingga saat ini sudah ada beberapa database yang dipadankan dengan DTKS agar data yang tersedia semakin terjamin validitasnya, antara lain: BPJS Ketenagakerjaan, pemadanan data dengan BPJS Ketenagakerjaan ini guna mendapatkan informasih terkait anggota keluarga berstatus pekerja yang memiliki gaji di atas Upah Minimum Provinsi. Berikutnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini untuk mendapatkan informasi terkait anggota keluarga yang terdaftar sebagai pengelola perusahaan, baik berupa Perseroan Terbatas (PT) atau Commanditaire Vennootschap (CV).
Baca Juga: Indonesia Beri Bantuan Ketiga untuk Gempa Myanmar, Diantar Langsung Menteri hingga Anggota DPR
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni