Suara.com - Istilah unik 'Rombongan Hanya Nanya' (Rohana) dan 'Rombongan Jarang Beli' (Rojali) kini sedang viral di media sosial. Fenomena ini, yang sering terlihat di pusat perbelanjaan, dikaitkan oleh sebagian pihak sebagai sinyal pelemahan daya beli masyarakat Indonesia. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) punya pandangan lain.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menilai fenomena rohana dan rojali ini bukan semata-mata karena daya beli melemah, melainkan dipicu oleh ketidakpastian ekonomi. Kondisi ini, kata Mahendra, membuat konsumen cenderung lebih banyak menimbang-nimbang dan menahan diri sebelum berbelanja.
"Pada saat terjadi kondisi yang lebih tidak pasti, di waktu beberapa bulan terakhir ini, tentu banyak pihak yang lebih mengambil posisi menimbang-nimbang sebelum mengambil keputusan," ujar Mahendra dalam konferensi pers virtual OJK, Senin (4/8/2025).
Menurut Mahendra, wajar saja bila konsumen mengambil sikap hati-hati. Masyarakat saat ini sedang dalam posisi menanti kepastian di tengah situasi ekonomi yang penuh gonjang-ganjing.
"Tapi dengan kepastian yang sudah lebih jelas, dengan hasil yang telah dicapai, maka tentu ekspektasi kita juga sama dengan pihak produsen dan investor. Konsumen pun akan memperoleh kepastian lebih baik terhadap keputusan yang dapat mereka ambil untuk menentukan belanja lebih lanjut ke depan," jelasnya.
Artinya, begitu kondisi ekonomi stabil dan kepastian politik serta kebijakan lebih jelas, Mahendra optimistis masyarakat akan kembali berbelanja seperti biasa, dan fenomena rohana-rojali pun akan berkurang.
Untuk mengatasi ketidakpastian ini, Mahendra menyebut pemerintah terus berupaya menggenjot perekonomian nasional. Salah satu jurus utamanya adalah dengan mempercepat realisasi belanja negara.
"Beberapa hal yang sudah dilaksanakan dan akan terus dilaksanakan, termasuk juga mempercepat dan akselerasi belanja pemerintah tentu akan membawa dampak positif kepada pergerakan perekonomian dengan belanja yang lebih besar," kata Mahendra.
Langkah ini diyakini akan menjadi stimulus yang efektif untuk menggerakkan roda ekonomi, memberikan kepastian bagi produsen dan investor, serta pada akhirnya, meningkatkan kepercayaan konsumen untuk kembali berbelanja.
Baca Juga: Orang Indonesia Doyan Utang: Paylater Bank Naik 30 Persen, Tembus Rp22,99 Triliun!