Bagi Rosna, songket bukan sekadar kain. Ia adalah warisan budaya, identitas, dan bukti bahwa semangat bisa menembus batas usia. Ia berharap pemerintah tak hanya memberi pelatihan, tapi juga menyediakan alat tenun bagi setiap peserta. “Menenun itu harus langsung praktik. Tanpa alat, tak akan jadi,” ujarnya.
Motif favoritnya? Siku Keluang—simbol tanggung jawab dan keteguhan hati, yang baginya merepresentasikan perjuangan hidup seorang ibu, istri, dan pengusaha lokal yang kini mendunia.
Rosna juga ingin generasi muda tak alergi pada warisan tradisi.
"Siapapun yang punyo tekad, pasti akan basobok jalannyo,” tuturnya sembari tersenyum, tangan tak henti mengayun alat tenun.
Kisah Ibu Rosna menjadi refleksi nyata tentang tantangan dan peluang yang akan diangkat dalam The 2025 Asia Grassroots Forum oleh Amartha.
Seperti ribuan perempuan pengusaha ultra mikro lainnya, ia telah membuktikan: ketika akses terhadap modal dibuka, dan semangat tetap menyala—batas tak lagi menjadi penghalang, melainkan tantangan untuk ditaklukkan.
Dan Rosna? Ia tak sekadar menenun kain, tapi juga menenun harapan—untuk keluarga, budaya, dan masa depan.