Penurunan ini juga diikuti oleh komoditas lainnya seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batu bara, dua komoditas ekspor unggulan Indonesia. Kombinasi antara tekanan tarif dan pelemahan harga komoditas ini semakin memperburuk kinerja neraca perdagangan Indonesia.
Dia meminta, Pemerintah Indonesia harus menganalisis langkah AS ini dengan cermat dan kepala dingin. Nilai utama dalam negosiasi adalah mengamankan kepentingan ekonomi nasional.
"Negosiasi dengan AS tidak boleh berdampak negatif pada stabilitas makroekonomi dan neraca perdagangan Indonesia, memperburuk kehidupan petani, mengingat sebagian besar impor dari AS adalah produk pertanian yang menjadi sumber penghidupan petani lokal, atau mematikan potensi pembangunan industri perantara domestik," katanya.
Lalu, Tim negosiator pemerintah harus bersiap dengan data komprehensif untuk mematahkan tuduhan Trump terhadap Indonesia. Pemerintah Indonesia juga perlu mewaspadai tantangan tersembunyi. Salah satunya potensi serbuan produk manufaktur berharga murah (dumped imports) ke pasar domestik dan lonjakan impor produk pertanian dari AS serta negara lain.
"Dinamika perang dagang ini harus menjadi momentum strategis untuk memperkuat struktur ekonomi domestik", katanya Indonesia perlu mendorong industri manufaktur beroperasi lebih efisien dan produktif agar mampu bersaing di pasar global. Indonesia juga harus menstabilkan institusi pasar produk pertanian domestik.
Sehingga petani dapat menikmati penghidupan yang layak. Perlu diingat, untuk komoditas kedelai, Indonesia pernah mencapai swasembada dari petani lokal selama empat dekade (1934-1974), prestasi yang membuktikan bahwa kemandirian ekonomi bukan sekadar impian kosong.