Menakar Efek Jangka Panjang Aksi Boikot Produk Diduga Afiliasi Israel Terhadap Perekonomian

Achmad Fauzi Suara.Com
Selasa, 22 April 2025 | 09:00 WIB
Menakar Efek Jangka Panjang Aksi Boikot Produk Diduga Afiliasi Israel Terhadap Perekonomian
Massa dari Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat Palestina (SMURP) saat menggelar aksi boikot produk yang terafiliasi Israel di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (20/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Merebaknya aksi boikot pada produk-produk yang dituding memiliki afiliasi dengan Israel semakin meluas di berbagai daerah di Indonesia. Namun, meski lahir dari solidaritas terhadap tragedi kemanusiaan di Palestina, sejumlah kalangan memperingatkan bahwa dampaknya perekonomian nasional tak bisa dipandang sebelah mata - terutama terhadap potensi meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.

Padahal, sejumlah porduk dari perusahaan yang diboikot sebenarnya merupakan perusahaan nasional yang dikelola oleh manajemen lokal dan melibatkan pekerja dalam negeri serta rantai pasok dalam negeri.

Karena itu, boikot yang dilakukan tanpa pemahaman yang utuh dan terverifikasi justru bisa menyasar pelaku usaha nasional, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta sektor ritel yang menopang ekonomi lokal.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menegaskan bahwa masyarakat berhak menunjukkan solidaristasnya terhadap Palestina. Namun, ia mengingatkan agar ekspresi tersebut dilakukan dengan cara yang lebih bijak dan tidak menimbulkan efek domino negatif terhadap tenaga kerja dan stabilitas ekonomi dalam negeri.

"Indonesia memiliki prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, serta konsisten mendukung perjuangan rakyat Palestina. Namun, kita juga harus memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil tidak merugikan perekonomian nasional," ujar Lamhot di Jakarta, seperti dikutip Selasa (22/4/2025).

Dia menuturkan, pemboikotan produk tertentu memiliki dampak yang kompleks Pemboikotan juga berpotensi mengganggu rantai pasok nasional, terutama jika produk yang diboikot merupakan bagian dari industri yang sudah terintegrasi dengan perekonomian nasional.

"Pemboikotan dapat berdampak pada pelaku usaha lokal, termasuk UMKM, dan tenaga kerja yang terlibat dalam produksi atau distribusi produk tersebut. Karena itu, kami mendorong pemerintah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat tentang dampak ekonomi dari pemboikotan, termasuk alternatif produk lokal yang bisa digunakan," kata Sinaga.

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menyatakan bahwa meskipun aksi boikot bukan penyebab utama PHK, dampaknya tetap signifikan.

"Boikot memang merugikan perekonomian, terutama jika produk yang diboikot adalah produk konsumtif. Dalam situasi seperti itu, PHK kerap menjadi opsi terakhir untuk efisiensi," beber Eko.

Baca Juga: Pesaing Uber, Perusahaan Taksi Online Ini Malah Bangkrut

Hal ini diperkuat oleh data dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), yang melaporkan bahwa penjualan sejumlah produk kebutuhan sehari-hari yang dituduh berafiliasi dengan Israel telah turun hingga 40 persen.

Dampak lanjutannya, tentu ada pada potensi gelombang PHK di Indonesia. Pasalnya, gelombang PHK pun sebenarnya sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir, dipicu oleh berbagai faktor seperti penurunan permintaan pasar, efisiensi bisnis, dan tekanan ekonomi global. Kasus terbaru adalah penutupan operasional PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex), perusahaan tekstil ternama yang akan memberhentikan lebih dari 10.000 karyawan mulai 1 Maret 2025.

Selain itu, Yamaha juga mengumumkan penutupan dua pabrik pianonya di Indonesia, yang berdampak pada PHK 1.100 karyawan. Sementara itu, PT Sanken Indonesia dilaporkan akan menutup pabriknya di Cikarang, Jawa Barat, pada Juni 2025, mengakibatkan 900 orang buruh kehilangan pekerjaannya.

Sektor makanan dan minuman cepat saji juga tidak luput dari tekanan. PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, mencatat kerugian hingga Rp558 miliar pada kuartal III-2024 dan telah mem-PHK 2.274 karyawan.

Harus Ambil Peran Aktif

Direktur Eksekutif Asosiasi Penguasaha Ritel Indonesia (APRINDO), Setyadi Surya menekankan pentingnya peranpemerintah dalam meredam dampak ekonomi yang ditimbulkan dan mengambil langkah konkret untuk mencegah meluasnya PHK.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI