Alarm Trump, Barang Impor Makin Banyak Masuk Indonesia hingga PHK

Iwan Supriyatna | Rina Anggraeni
Alarm Trump, Barang Impor Makin Banyak Masuk Indonesia hingga PHK
Ilustrasi phk [SuaraSulsel.id/Muhammad Yunus]

Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat tidak hanya berdampak langsung terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam

Suara.com - Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat tidak hanya berdampak langsung terhadap kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam. Tetapi, juga menimbulkan implikasi luas terhadap stabilitas makroekonomi domestik. 

Research Associate Professor CORE Indonesia, Sahara mengatakan pendekatan perdagangan unilateral yang diusung oleh Presiden Trump berisiko memperlambat aktivitas ekonomi global, terutama karena dinamika dan kemungkinan munculnya tarif balasan dari negara-negara mitra masih terbuka lebar.

"Situasi ini menciptakan ketidakpastian yang menghambat arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia secara keseluruhan," kata Sahara dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (19/4/225).

Dari sisi domestik, penurunan ekspor ke AS, terutama pada sektor-sektor padat karya seperti tekstil, elektronik, dan alas kaki, berpotensi mendorong produsen untuk memangkas produksi dan merumahkan pekerja.

Baca Juga: Jadi Buronan, OJK Paksa Pulangkan CEO Investree yang Kabur ke Luar Negeri

"Kondisi ini menyebabkan menurunnya pendapatan rumah tangga dan melemahnya daya beli masyarakat," katanya.

Di saat yang sama, penurunan penerimaan devisa akibat ekspor yang lesu juga memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah. Depresiasi rupiah berdampak pada kenaikan harga barang impor dan memicu tekanan inflasi, yang pada akhirnya turut menekan konsumsi domestik sebagai salah satu komponen utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Dari sisi moneter, kebijakan tarif resiprokal juga membawa risiko tambahan melalui transmisi global," katanya:.

Kenaikan harga barang impor di Amerika Serikat akibat tarif dapat mendorong inflasi di dalam negeri, yang kemudian memaksa Federal Reserve untuk melakukan penyesuaian suku bunga guna menjaga stabilitas ekonomi. Kenaikan suku bunga The Fed akan memperkuat nilai dolar AS dan menyebabkan aliran modal keluar dari pasar negara berkembang.

" Termasuk Indonesia, seiring pergeseran investor global ke aset-aset yang lebih aman dan berimbal hasil tinggi di AS," bebernya. 

Baca Juga: BSI Targetkan 6,7 Juta Rekening Tabungan Haji

Lalu, tekanan global tersebut mulai tercermin dari penurunan harga berbagai komoditas utama. Per 10 April 2025, harga minyak dunia, baik West Texas Intermediate (WTI) maupun Brent Crude, telah terkoreksi masing-masing sebesar 1,32% dan 1,42%.

Komentar